Jakarta, FORTUNE - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan proyek kilang Train 3 Liquefide Natural Gas (LNG) Tangguh di Teluk Bintuni, Papua Barat, siap untuk diresmikan tahun ini. Kilang tersebut merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional dengan total investasi Rp179,6 triliun yang ditargetkan rampung tahun ini
"Ini termasuk beberapa bendungan jalan tol Kisaran-Tebing Tinggi, Pelabuhan di Likupang, Makassar Newport; kemudian juga berbagai bendungan. Termasuk di Papua Barat sudah selesai juga LNG train 3 dan proyek satelit multifungsi," ujarnya dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Kamis (6/10).
Operasional Tangguh Train 3 sendiri, menurut Menteri ESDM Arifin Tasrif, akan dimulai pada akhir November mendatang.
Lantas apa itu kilang Train 3 Liquefide Natural Gas (LNG) Tangguh dan mengapa ia masuk dalam PSN?
Proyek Lapangan Gas Tangguh sendiri telah dimulai sejak Juni 2009 dan teraslisasi dalam bentuk joint ventures antara British Petroleum sebagai operator, pemerintah Indonesia, kontraktor, dan, khususnya masyarakat lokal Papua Barat.
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, produksi gas numi rata-rata Lapangan Tangguh tahun 2021 sebesar 1.312 MMSCFD (million standard cubic feet per day), dan status per 14 Juni 2022 sebesar 1.162 MMSCFD. Setiap tahun, Proyek LNG Tangguh menghasilkan 7,6 juta ton LNG melalui Train 1 dan 2.
Untuk mengoptimalkan kinerja lapangn ini, Train 3 pun dibangun denganinvestasi sebesar US$8,9 miliar. Kilang ini diproyeksi dapat menghasilkan 3,8 juta ton LNG per tahun yang nantinya akan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan gas domestik termasuk untuk pembangkit listrik PT PLN (Persero).
Dimulai 2016
Pengembangan kilang Train 3 LNG Tangguh ditandai dengan diputuskannya final investment decision (FID) pada Juli 2016, yang disaksikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said.
Dengan tambahan 3,8 juta ton LNG per tahun, total kapasitas kilang Tangguh secara keseluruhan akan menjadi 11,4 juta ton per tahun.
Proyek Kilang LNG Tangguh sendiri mencakup tiga blok wilayah kerja, yakni Berau, Muturi dan Wiriagar. Train 3 menambah 2 anjungan lepas pantai, 13 sumur produksi baru, dermaga LNG baru, dan infrastruktur pendukung lainnya.
Menurut Kepala Sepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu (SKK) Migas saat itu, Amien Sunaryadi, Kilang LNG Tangguh Train 3 ini besar artinya bagi Program 35.000 MW.
Sebab, sebesar 75 persen dari produksi tahunan LNG yang dijual ke PLN itu setara dengan 3.000 MW listrik bagi Indonesia. "Proyek ini juga untuk memenuhi kebutuhan gas bagi kelistrikan di Provinsi Papua Barat hingga 20 mmscfd," ungkap Amien.
Selain itu, sekitar US$1,3 miliar kandungan dalam negeri dari barang dan jasa dipasok oleh perusahaan Indonesia. Ini tentu meningkatkan pendapatan perusahaan nasional/lokal.
Sebagai informasi, Proyek Kilang LNG Tangguh Train-3 dioperasikan oleh BP Berau Ltd sebagai kontraktor mitra utama SKK Migas yang memegang saham mayoritas, yakni 37,16 persen.
Terdapat enam Kontraktor Kontrak Kerjasama Bagi Hasil (PSC) Tangguh lainnya yang digandeng BP, yakni: MI Berau BV (16,30 persen), CNOOC Muturi Ltd (13,90 persen), Nippon Oil Exploration (Berau) Ltd (12,23 persen), KG Berau/KG Wiriagar (10,00 persen), Indonesia Natural Gas Resources Muturi Inc (7,35%), dan Talisman Wiriagar Overseas Ltd (3,06 persen).
Produksi amonnia biru
Selain memproduksi gas alam, kilang tersebut juga akan dikembangkan untuk bisa menghasilkan proyek blue amonia dengan memanfaatkan teknologi penangkapan, penyimpanan dan penggunaan karbon (CCUS). Pengembangan ini ditandai dengan ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MoU) antara BP dan Pertamina terkait studi potensi pasokan gas dan injeksi CO2 di Tangguh.
.Proyek Tangguh CCUS yang dilakukan oleh bp telah mendapatkan persetujuan Plan of Development dari pemerintah Indonesia pada tahun 2021, dengan pekerjaan FEED yang sedang berlangsung dan rencana persetujuan proyek dalam waktu dekat. Tangguh berada pada posisi yang tepat dan memiliki potensi untuk menjadi pusat CCS pertama di negara ini bagi penghasil emisi baik domestik maupun internasional.
Saat ini Pertamina sedang mempelajari peluang untuk mengoptimalkan potensi pasokan gas di Teluk Bintuni, Papua Barat, serta memanfaaatkan Tangguh CCUS untuk memproduksi amonia biru, sebagai salah satu alternatif energi bersih untuk masa depan. Upaya kolaboratif ini dapat menjadi terobosan dalam membuka jalan untuk memproduksi energi bersih dari Indonesia
Taufik Aditiyawarman, Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional, menyatakan perusahaannya berkomitmen untuk menyelesaikan Trilema Energi dengan menyediakan energi yang tidak hanya mencukupi dan terjangkau, tetapi juga berkelanjutan bagi negara dengan agresif mengeksplorasi energi bersih alternatif baru. Termasuk amonia biru, yang merupakan salah satu pendorong utama produksi listrik bersih dengan co-firing.
"Sebagai pelaku usaha bidang refineri dan petrokimia hilir, kolaborasi PT KPI dengan perusahaan hulu minyak dan gas untuk membawa teknologi CCS adalah faktor penting dalam mencapai sertifikasi Biru dengan mengurangi lebih dari 70 persen emisi CO2 dari proses produksi Amonia," tandasnya.