Jakarta, FORTUNE - Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkap sejumlah kendala yang menyebabkan berlarut-larutnya pembentukan badan layanan umum (BLU) atau entitas khusus batu bara. Beberapa bulan terakhir, kata dia, izin prakarsa tak kunjung disetujui karena masih adanya perdebatan terkait bentuk aturan yang bakal digunakan: Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres).
Meski demikian, beberapa kementerian dan/atau lembaga yang membahas pembentukan BLU tersebut telah melakukan rapat klarifikasi untuk membahas izin prakarsa yang diminta. Hasilnya diperlukan penjelasan tambahan dari Kementerian ESDM kepada Sekretariat Negara agar payung hukum yang digunakan dapat berupa Perpres.
"Proses BLU sendiri sekarang ini dalam proses finalisasi dalam artian memang ada dispute terakhir apakah ini Perpres atau PP. Posisi kami memang berharap pada Perpres untuk itu kami sudah melakukan komunikasi, harmonisasi, dengan kementerian terkait dan dalam waktu dekat," ujar Arifin di Komisi VII, Selasa (9/8).
Sejauh ini, lanjut Arifin, kementeriannya telah menggelar lebih dari enam kali rapat bersama kementerian dan lembaga serta asosiasi pengusaha. Tujuannya, agar mekanisme pemungutan, pengelolaan serta pemberian kompensasi batu bara dari dan untuk pengusaha dapat dilakukan dengan optimal.
"Kami sekarang sedang menentukan due date pelaksanaan BLU ini awal Januari 2022. Jadi proses BLU ini tidak akan menyebabkan pelaksanaan klausul-klausul, kondisi-kondisi, yang sudah kita terapkan, baru berlaku pada saat BLU ini terbit," tutur Arifin.
Sembari menyelesaikan alas hukum pembentukan BLU tersebut, Kementerian ESDM bersama Kementerian Keuangan juga telah menyiapkan draf aturan turunannya baik berupa peraturan menteri maupun keputusan menteri.
"Jadi akan kita sosialisasikan dengan para pengusaha batu bara. Jadi walaupun BLU ini terbit bulan depan, berlakunya tetap dari awal tahun. Nah ini juga jadi rambu-rambu buat kita bagaimana mendisiplinkan tugas dan kewajiban masing-masing," jelasnya.
Skema pemungutan dan penyaluran dana
Dalam kesempatan itu, Arifin juga menjel skema penghimpunan dan penyaluran dana kompensasi domestic market obligation (DMO) DMO batu bara lewat BLU atau entitas khusus yang akan dibentuk nantinya.
Pertama, pengguna batu bara dalam negeri baik dari sektor ketenagalistrikan maupun industri menyampaikan rencana kebutuhan batu bara satu tahun, yang akan ditinjau kembali tiap tiga bulan.
Lalu, seluruh badan usaha pertambangan pemegang IUP, UPK, PKP2B wajib melakukan pembayaran dana kompensasi DMO batu bara berdasarkan rasio tarif pungutan yang ditentukan di Direktorat Jenderal Minerba per tiga bulan (kuartalan). Pembayaran tersebut bakal dilakukan melalui aplikasi khusus DMO batu bara.
Kemudian BLU akan melakukan proses pemungutan dan penyaluran dana kompensasi serta melakukan monitoring dana dan bukti pembayaran kompensasi DMO batu bara, serta menerbitkan invoice apabila terjadi kurang bayar. Proses tersebut, jelas Arifin, juga akan dilakukan lewat aplikasi DMO batu bara.
Selanjutnya, terhadap dana yang dipungut, BLU akan menyalurkan kompensasi pada badan usaha batu bara pemasok PLN dan industri domestik lainnya berdasarkan potensi selisih pembayaran penyaluran sesuai harga batu bara acuan aktual.
Dalam hal ini badan usaha pertambangan akan mengeluarkan dua invoice yaitu invoice HBA kepada PLN atau juga kepada HBA industri. Adapun HBA yang ditentukan untuk PLN adalah US$70 per ton, sementara industri (khusus semen dan pupuk) sebesar US$90 per ton.
"BLI juga sekaligus menyertakan invoice selisih antara HBA pasar dengan HBA DMO tersebut. Ditjen Minerba akan melakukan verifikasi besaran dana kompensasi batu bara atas invoice yang disampaikan badan usaha pertambangan dengan aplikasi DMO batu bara," tandasnya.