Jakarta, FORTUNE - Neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2022 membukukan surplus sebesar US$5,67 miliar. Deputi Bidang Statistik Distribusi Dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Setianto mengatakan, surplus tersebut berasal dari ekspor yang mencapai US$24,81 miliar sementara impornya US$19,14 miliar.
"Neraca perdagangan Indonesia, sampai dengan Oktober 2022 kalau dilihat tren ke belakang, membukukan surplus 30 bulan berturut-turut sejak Mei 2022," ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (15/11).
Adapun secara kumulatif, Januari-Oktober 2022, neraca perdagangan mencatat surplus US$45,52 miliar atau tumbuh sebesar 47,32 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. "Jadi surplus perdagangan barang Januari-Oktober 2022 sudah lebih besar dari total surplus neraca perdagangan sepanjang 2021," imbuhnya.
Setianto memperinci, neraca perdagangan non-migas mengalami surplus sebesar US$7,66 miliar dengan penyumbang utamanya adalah bahan bakar mineral HS27, lemak dan minyak hewan/nabati (HS15), serta besi dan baja (HS72).
Sedangkan neraca perdagangan migas masih tercatat defisit US$1,99 miliar dengan penyebab utamanya adalah minyak mentah dan hasil minyak.
Negara penyumbang surplus & defisit
Dilihat berdasarkan mitra dagang, ada tiga negara penyumbang surplus neraca perdagangan non-migas terbesar di Oktober 2022, yakni India, Amerika Serikat dan Tiongkok.
Dengan India, neraca perdagangan RI surplus sebesar US$1.699,6 juta. Ini terutama disebabkan bahan bakar mineral (HS27), lemak dan minyak hewani/nabati (HS15), serta besi dan baja (HS72).
Kemudian dengan AS, nilai surplus mencapai US$1.286,9 juta atau US$1,28 miliar. Ini utamanya untuk komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS85), lemak dan minyak hewani nabati (HS15), serta alas kaki (HS64).
Terakhir, dengan Tiongkok, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$1.045,4 juta utamanya untuk komoditas bahan bakar mineral (HS27), besi dan baja (HS72), serta lemak dan minyak hewani/nabati (HS15).
Adapun mitra dagang yang memberikan andil terhadap defisit perdagangan non-migas terbesar adalah Australia, Brazil dan Korea Selatan.
Dengan Australia, perdagangan Indonesia mengalami defisit US$533,8 juta, utamanya disumbangkan komoditas serealia (HS10), bahan bakar mineral (HS27), binatang hidup (HS21).
Kemudian dengan Brazil, terjadi defisit sebesar US$314 juta yang berasal dari ampas dan sisa industri makanan (HS27), gula dan kembang gula (HS17), daging hewan (HS02).
Terakhir dengan Korea Selatan, terjadi defisit US$183,9 juta utamanya disebabkan mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS85), mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS84) dan besi dan baja (HS72).