Jakarta, FORTUNE - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa Ekspor Mobil Indonesia pada Januari–Juni 2024 lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Secara total, ekspor barang dengan kode HS 8702 dan HS 8703 tersebut mencapai US$2,78 miliar atau sekitar 2,4 persen dari total ekspor nonmigas nasional.
Jumlah tersebut berada di bawah capaian ekspor mobil pada periode sama tahun sebelumnya yang sebesar US$2,97 miliar.
"Jika dilihat secara historis, dari tahun 2021 hingga 2023 nilai ekspor mobil dari Indonesia terus mengalami peningkatan meskipun pada Januari sampai dengan Juni 2024 sedikit lebih rendah peningkatannya dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu," ujar Plt Kepala BPS, Amalia Adinggar Widyasanti, dalam konferensi pers, Senin (15/7).
Ekspor mobil Indonesia pada 2021 mencapai US$3,39 miliar, yang mencakup US$1,67 miliar pada semester I dan US$1,72 miliar pada semester II.
Kemudian, sepanjang 2022, total nilai ekspor mobil Indonesia mencapai US$5,57 miliar, terdiri dari US$2,39 miliar pada semester I dan US$3,18 miliar pada semester II.
Selanjutnya, pada tahun lalu nilai ekspor mobil Indonesia naik menjadi US$6,12 miliar, yang terdiri dari US$2,97 miliar pada semester I dan US$3,15 miliar pada semester II.
Jika dilihat berdasarkan persentase pangsa pasar negara tujuan, ekspor kendaraan roda empat Indonesia sepanjang Januari-Juni 2024 berturut-turut adalah Filipina 27,64 persen, Vietnam 16,17 persen, dan Arab Saudi 15,52 persen.
Surplus neraca dagang
Sebelumnya, BPS telah mengumumkan neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2024 mengalami surplus US$2,39 miliar. Surplus tersebut turun US$0,45 miliar secara bulanan (month to month/mtm) dan turun US$1,06 milar dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya (year on year/yoy).
Dengan kondisi tersebut, terang Amalia, neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 50 bulan berturut-turut sejak Juni 2020.
"Surplus neraca perdagangan Juni 2024 ini lebih ditopang oleh surplus komoditas nonmigas, yaitu sebesar US$4,43 miliar," ujarnya.
Surplus neraca komoditas nonmigas ditopang oleh bahan bakar mineral HS27, lemak dan minyak hewan nabati HS15, besi dan baja HS72 dan beberapa komoditas lainnya.
Adapun surplus neraca perdangan nonmigas pada Juni lalu lebih tinggi dari Mei 2024 yang sebesar US$4,25 miliar dan Juni 2023 yang sebsear US$4,41 miliar.
Sementara itu, neraca komoditas migas mengalami defisit US$2,04 miliar, dengan komoditas penyumbang utamanya berasal dari hasil minyak dan minyak mentah. Defisit neraca perdagangan migas tersebut lebih dalam dibandingkan dengan Mei 2024 yang sebesar -US1,33 milar dan Juni 2023 yang sebesar -0,96 miliar.