Jakarta, FORTUNE - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mempercepat revisi Peraturan Presiden (Perpres) No.6/2019 tentang penyediaan dan pendistribusian gas bumi melalui jaringan transmisi dan/atau distribusi gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil.
Laode Sulaeman, Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian ESDM, mengatakan bahwa revisi tersebut diperlukan untuk memasukkan skema pembangunan Jaringan Gas (Jargas) melalui kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
Dengan skema tersebut, pembangunan jargas akan mendapatkan insentif berupa bantuan belanja modal (capex) maksimal 49 persen atau yang disebut juga dengan istilah viability gap fund (VGF).
Menurut Laode, dukungan pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal tersebut dibutuhkan agar harga gas yang dijual ke konsumen nantinya bisa lebih murah.
"Perbedaannya, jika kita lihat pada grafik harga, dengan adanya KPBU yang didukung VGF, harga jual bisa berkisar antara Rp10.000 hingga maksimum Rp12.300 per m³. Namun, jika kita tidak menggunakan model KPBU ini (tanpa VGF), harga bisa lebih tinggi, kecuali jika kita memperoleh harga gas di hulu yang lebih murah," ujarnya dalam FGD bertajuk Gotong Royong Membangun Jargas: Menguji Efektivitas Skema KPBU, Selasa (29/10).
Laode menjelaskan bahwa Kementerian ESDM telah melakukan studi terkait pembangunan jargas via skema KPBU sejak 2021. Dengan bantuan Kementerian Keuangan dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII), kementeriannya juga tengah menuntaskan project development facility di Kota Batam dan Palembang, masing-masing dengan permintaan jargas sebanyak 200.000 sambungan rumah tangga.
"Model KPBU jargas ini mengembangkan jargas di suatu wilayah dalam jumlah yang besar, seperti di Batam lebih dari 200.000 SR dan Palembang lebih dari 200.000 SR. Diharapkan dengan jumlah yang masif ini akan menarik lebih banyak badan usaha untuk ikut lelang KPBU membangun jargas," ujarnya.
Jika tidak ada aral melintang, lelang KPBU untuk dua proyek tersebut rencananya akan dimulai pada 2025, sementara pembangunannya akan dilakukan pada 2026.
"Jika ditanya efektivitasnya, memang KPBU belum berjalan; yang berjalan saat ini adalah APBN dan jargas badan usaha. Kami baru akan memulai KPBU, dengan studi yang sudah berjalan dua tahun. Insya Allah 2025 akan masuk proses lelang, dan awal 2026 kita sudah bisa konstruksi dan mulai menyediakan sambungan rumah tangga untuk KPBU," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Laode juga meminta dukungan dari Kemendagri agar pemerintah daerah didorong untuk mengeluarkan peraturan yang dapat mendukung proses pengembangan jargas.
"Mengapa? Karena kalau tidak diatur Pemda, maka prosesnya tidak seragam. Pemda itu memiliki pandangan yang berbeda-beda terkait jargas ini," katanya.
Kepada kementerian dan lembaga lain, ia berharap sinergi yang dapat mempermudah integrasi pembangunan fasilitas jargas di kawasan permukiman.
"Kementerian PU bagaimana mengintegrasikan pembangunan fasilitas jargas ini di perumahan. Kementerian BUMN bagaimana mekanismenya. Kemenkeu bagaimana mengalihkan subsidi LPG agar dapat dimanfaatkan untuk pengembangan jargas," ujarnya.