Jakarta, FORTUNE - Pemerintah akan melanjutkan kembali program konversi kompor LPG ke kompor induksi atau listrik yang sempat dibatalkan pada 2022.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto, menyatakan rencana tersebut telah dibahas dalam rapat bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves), Luhut Binsar Panjaitan.
"[Luhut menyampaikan] untuk dimulai lagi kompor induksi. Jadi yang kemarin sempat dihentikan, tolong dikaji, dimulai lagi dan mulai yang bisa kita laksanakan," ujarnya dalam konferensi pers Rabu (18/1).
Djoko menjelaskan program Kompor Listrik yang dibatalkan tersebut telah diganti dengan program pemberian alat masak berbasis listrik (AMal) berupa 500.000 unit rice cooker.
Namun, realisasi program yang dimulai pada Oktober 2023 baru itu mencapai 342.000 unit hingga akhir tahun lalu.
"Mudah-mudahan nanti kompor induksi bisa dimulai lagi dan sementara ini terus berjalan. Pemerintah mengganti kompor induksi dengan rice cooker," katanya.
Menurut Djoko, program konversi LPG ke kompor listrik sebenarnya bisa berjalan efektif karena pendataan masyarakat telah dilakukan. Namun, lantaran masyarakat khawatir terjadi kenaikan tagihan listrik, pemerintah memutuskan membatalkan program tersebut.
Padahal, lanjut Djoko, PLN memiliki teknologi yang bisa membedakan tarif listrik biasa dengan tarif listrik kompor induksi sehingga konsumen cukup membayar sekitar Rp10.000 per bulan untuk tagihan listrik kompor tersebut.
"Sebetulnya waktu kompor listrik, yang sudah uji coba di Solo dan Bali, itu per KK bayar listriknya cuma Rp10.000 per bulan. Enggak sampai. Karena masak itu per jam cuma Rp60," ujarnya.
Program AML lebih hemat anggaran
Meski demikian, Djoko juga menilai bahwa pengalihan ke kompor listrik sebaiknya dimulai dari kalangan menengah ke atas yang telah mampu membeli kompor listrik.
"Kompor induksi juga harusnya dimulai dari masyarakat yang mampu. Kalau dimulai dari masyarakat yang miskin, ya tidak mulai-mulai transisi seperti sekarang. Jadi, kompor induksi terus digalakkan, tidak diberhentikan, namun dimulai dari menengah ke atas," katanya.
Di sisi lain, program pembagian rice cooker juga lebih hemat anggaran dibandingkan dengan kompor listrik. Dia mengatakan pengadaan kompor listrik induksi dua tungku dan peralatan memasaknya mencapai Rp2 juta per KK.
Sementara, untuk program rice cooker, dana yang dibutuhkan di bawah Rp1 juta per KK.
"Dengan uang yang ada, bisa lebih banyak lagi. Bahkan kalau kita bandingkan dengan jargas [jaringan gas], untuk ngurangin LPG jargas juga, ya. Jargas memang lebih murah dari LPG. Tapi per KK-nya, uang APBN itu Rp8-10 juta. Saya pernah di Dirjen Migas jadi saya tahu persis itu. Jadi 1 KK jargas, bisa untuk 5 kompor induksi," ujarnya