Pemerintah Bayar Utang Kompensasi BBM ke Pertamina Rp132,44 Triliun

Pertamina kurangi risiko BBM subsidi tak tepat Rp3 triliun.

Pemerintah Bayar Utang Kompensasi BBM ke Pertamina Rp132,44 Triliun
ANTARA FOTO/Indrayadi TH
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan akhirnya membayarkan utang kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) kepada PT Pertamina (Persero) sebesar Rp132,44 triliun (termasuk PPN).

Pembayaran ini terdiri dari utang Dana Kompensasi triwulan I-III 2023 sebesar Rp82,73 triliun, tahun 2022 sebesar Rp49,14 triliun, dan 2021 sebesar Rp569 miliar.

Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, menyatakan dana tersebut merupakan kompensasi selisih harga jual formula dan harga jual eceran di SPBU atas kegiatan penyaluran Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite yang nilainya telah ditinjau oleh Inspektorat Kementerian Keuangan RI (Itjen Kemenkeu).

"Dana kompensasi sudah masuk kas perseroan dan ini merupakan wujud dukungan penuh pemerintah kepada Pertamina untuk menjaga keberlangsungan layanan operasional BBM Bersubsidi, mendukung working capital serta memperbaiki rasio-rasio keuangan perusahaan." ujar Nicke dalam keterangan resmi yang dikutip, Kamis (4/1).

Nicke juga mengapresiasi dukungan penuh pemerintah kepada Pertamina dalam menjaga keberlangsungan pendistribusian BBM, termasuk menjalankan program BBM Satu Harga.

Upaya subsidi tepat sasaran

Nicke mengatakan perusahaannya akan terus berupaya agar BBM bersubsidi dapat dikonsumsi secara optimal oleh mereka yang berhak. Salah satu upaya tersebut adalah penggunaan teknologi informasi untuk memantau pembelian BBM bersubsidi di SPBU-SPBU secara real time.

Dengan pemanfaatan teknologi informasi itu, semakin banyak SPBU yang terkoneksi dengan sistem digitalisasi Pertamina, sehingga memudahkan pemantauan dan pengawasan.

Pertamina juga jadi dapat mengembangkan sistem peringatan yang mengirimkan sinyal pengecualian yang dipantau langsung melalui pusat kendali Pertamina, dan ditindaklanjuti oleh tim di lapangan. 

Sinyal ini mengirimkan data transaksi tidak wajar, di antaranya pengisian solar di atas 200 liter untuk satu kendaraan bermotor pada hari yang sama, hingga pengisian BBM bersubsidi dengan tidak memasukkan nopol kendaraan. 

Sejak sinyal pengecualian itu diterapkan pada 1 Agustus 2022 hingga 31 Desember 2023, kata Nicke, Pertamina telah berhasil mengurangi risiko penyalahgunaan BBM bersubsidi senilai US$200 juta atau sekitar Rp3,04 triliun

Pertamina tidak berhenti meningkatkan kerja samanya dengan para penegak hukum untuk meningkatkan pengawasan dan penindakan kegiatan penyalahgunaan BBM bersubsidi yang tidak sesuai peruntukannya.

Kemudian, perusahaan itu juga mendorong para konsumennya untuk mendaftar Program Subsidi Tepat via website untuk mengidentifikasi konsumen yang berhak dan memantau konsumsi atas JBT Solar dan JBKP Pertalite.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Harga Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Hari Ini, 21 November 2024
Beban Kerja Tinggi dan Gaji Rendah, Great Resignation Marak Lagi
Terima Tawaran US$100 Juta Apple, Kemenperin Tetap Tagih Rp300 Miliar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 21 November 2024
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Tolak Wacana PPN 12 Persen, Indef Usulkan Alternatif yang Lebih Adil