Jakarta, FORTUNE - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan tarif tenaga listrik triwulan II (April-Juni) 2024 bagi 13 golongan pelanggan nonsubsidi tetap atau tidak mengalami perubahan.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman Hutajulu, menjelaskan sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2016 jo. Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2023, penyesuaian tarif tenaga listrik bagi pelanggan nonsubsidi dilakukan setiap 3 bulan.
Acuan penentuan tarif adalah perubahan terhadap realisasi parameter ekonomi makro, yakni: kurs, Indonesian Crude Price (ICP), inflasi, serta Harga Batubara Acuan (HBA).
Parameter ekonomi makro yang digunakan untuk penetapan Tarif Listrik ini adalah realisasi pada November 2023, Desember 2023, dan Januari 2024, yaitu kurs Rp15.580,53/USD, ICP sebesar USD77,42/barrel, inflasi 0,28 persen, dan HBA US$70/ton sesuai kebijakan DMO Batubara.
"Berdasarkan empat parameter tersebut, seharusnya penyesuaian tarif tenaga listrik atau tariff adjustment bagi pelanggan nonsubsidi mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tarif pada triwulan I 2024. Namun, untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah memutuskan tarif listrik tetap atau tidak naik," ujar Jisman, Kamis (14/3).
Tarif tenaga listrik untuk 25 golongan pelanggan bersubsidi juga tidak mengalami perubahan dan tetap diberikan subsidi listrik. Termasuk di dalamnya pelanggan sosial, rumah tangga miskin, industri kecil, dan pelanggan yang peruntukan listriknya bagi usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM.
Meski demikian, ungkap Jisman, Kementerian ESDM tetap mendorong PT PLN (Persero) agar selalu berupaya melakukan langkah-langkah efisiensi operasional dan memacu penjualan tenaga listrik secara lebih agresif dengan tetap menjaga mutu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Diputuskan bersama BBM
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memastikan tidak ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik hingga Juni mendatang, baik untuk yang bersubsidi maupun nonsubsidi.
Pemerintah mengambil keputusan tersebut dalam sidang kabinet paripurna pada Senin (26/2).
Airlangga menyatakan keputusan untuk menahan harga BBM dan tarif listrik menjadi salah satu faktor penyebab melebarnya target defisit fiskal APBN 2024 yang mencapai 2,29 persen terhadap PDB.
Pasalnya, kebijakan menahan kenaikan harga listrik dan BBM membutuhkan anggaran lebih besar untuk kompensasi ke PT Pertamina maupun PT PLN.
“Itu nanti akan diambil, baik dari sisa saldo anggaran lebih (SAL), maupun pelebaran defisit anggaran di 2024. Jadi, itu 2,3-2,8 [persen]. Tahun depan pun dalam kerangka yg sama 2,4-2,8 [persen], jadi realistis,” ujarnya dikutip dari Antara (27/2).
Selain disumbang oleh subsidi listrik dan BBM, pelebaran Defisit APBN turut dikontribusikan oleh penambahan anggaran subsidi pupuk Rp14 triliun dari sebelumnya Rp26 triliun.
Meski demikian, menurutnya, penambahan pagu subsidi tersebut memang diperlukan untuk mempertahankan tingkat produksi padi di tengah El Nino.
Di samping itu, ada pula program bantuan langsung tunai (BLT) mitigasi risiko pangan yang mencapai Rp11 triliun, yang turut menyumbang peningkatan defisit APBN 2024.
"Biasanya sekitar 8-7 juta ton (pupuk subsidi), dengan pupuk yang ada sekarang Rp26 triliun itu hanya 5,7 juta ton, jadi jelas tidak cukup, dan itu tecermin dari produksi padi, bukan hanya karena pupuk tapi karena El Nino, itu turunnya banyak," ujar Airlangga.