Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi pembiayaan utang per 31 Maret 2024 mencapai Rp104,7 triliun atau 16,1 persen dari target Rp648,1 triliun yang ditetapkan dalam APBN.
Pembiayaan itu terdiri dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp104 triliun atau 15,6 persen dari target Rp666,4 triliun dalam APBN, dan pinjaman neto sebesar Rp600 miliar atau -3,4 persen dari target APBN yang sebesar -Rp18,4 triliun.
"Nilainya jauh lebih rendah dari tahun lalu yang mencapai Rp225,4 triliun atau turun drastis 53,6 persen,” ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTA, Jumat (24/4).
Jika dibandingkan, realisasi penerbitan SBN juga jauh di bawah realisasi tahun lalu sebesar Rp217,6 triliun atau tumbuh negatif 52,2 persen yoy. Adapun realisasi pinjaman turun 91,9 persen yoy dari sebelumnya Rp7,8 triliun.
Sri Mulyani mengatakan pembiayaan melalui utang tetap dapat dikelola via dukungan optimalisasi SBN (lelang dan ritel) dan pinjaman tunai dari lembaga multilateral dan bilateral, serta pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL).
Selain itu, strategi pembiayaan APBN dilakukan secara fleksibel dan oportunistik dalam aspek timing, tenor, currency, dan instrumen, agar mendapatkan pembiayaan yang paling efisien dan optimal.
Menurutnya, ada empat zona yang selalu diperhatikan oleh pemerintah, yakni Amerika, Eropa, Jepang, dan Timur Tengah, sebagai zona yang cukup menentukan instrumen global saat ini.
“Ini adalah waktu-waktu yang cukup dinamis, karena perubahan nilai tukar, suku bunga, imbal hasil (yield), dan juga guncangan yang berasal dari negara maju harus kita perhatikan,” katanya.