Jakarta, FORTUNE - Pemerintah resmi menjajal bioavtur produksi kilang Pertamina untuk penerbangan Jakarta - Bandung menggunakan pesawat CN235-220, Rabu (6/10). Nantinya, campuran biodiesel sebesar 2,4 persen untuk bahan bakar pesawat terbang—yang disebut dengan J2.4—itu akan diproduksi secara massal dan digunakan oleh maskapai penerbangan dalam negeri.
Direktur Jenderal (Dirjen) Energi Baru Terbarukan (EBT) dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan serangkaian uji teknis dimaksud dilakukan hingga 6 Oktober 2021, termasuk pengujian In-flight Engine Restarting.
Sembari berjalan, pemerintah dan Pertamina juga akan mengkaji keekonomian Bioavtur J2.4. Setelah hasil kajian rampung, harga bahan bakar akan ditentukan agar dapat digunakan oleh industri aviasi.
"Kami akan memastikan dari sisi produksi. Misalnya 5 juta kiloliter (kl) berarti 2,4 persen kebutuhannya itu 120 ribu kl kira-kira butuhnya setahun. Kami harus pastikan pit stock siap," ujarnya dalam konferensi pers uji terbang bahan bakar bioavtur, Rabu (6/10).
Proses uji coba tersebut diawali dengan penelitian antara Pertamina Research & Technology Innovation (Pertamina RTI) dan Pusat Rekayasa Katalis Institut Teknologi Bandung (PRK-ITB) dalam pengembangan katalis Merah-Putih. Dikembangkan sejak 2021, katalis tersebut kini bisa digunakan untuk mengkonversi minyak inti sawit menjadi bahan baku bioavtur.
Selanjutnya kerja sama diperluas bersama PT KPI (Kilang Pertamina Internasional) untuk melakukan uji produksi co-processing skala industri di Refinery Unit (RU) IV Cilacap untuk mengolah campuran RBDPKO (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Kernel Oil) dan kerosin menggunakan katalis merah putih. Pada pengujian ini J2.4 berhasil diproduksi.
Akan Diwajibkan ke Operator Penerbangan
Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto, mengatakan pihaknya masih menunggu hasil uji teknis penggunaan bioavtur di pesawat CN235-220 milik PT Dirgantara Indonesia. Pasalnya, pengujian tersebut juga akan menghasilkan perbandingan penggunaan bahan bakar avtur biasa dengan bioavtur.
Jika tes menunjukkan bioavtur lebih baik, maka Kementerian Perhubungan akan mendorong operator penerbangan untuk menggunakan bahan bakar tersebut. "Kalau sudah baik, tentu kita kita gunakan besar-besaran dan kita akan gunakan di semua penerbangan," ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan agar maksud tersebut terealisasi, keekonomian Bioavtur J2.4 harus terpenuhi. Caranya adalah dengan memanfaatkan segala fasilitas dari pemerintah terkait perpajakan—seperti supertax deduction untuk riset—maupun insentif nonfiskal.
Dengan perkiraan konsumsi avtur harian sekitar 14 ribu kl, maka potensi pasar bioavtur J2.4 akan mencapai sekitar Rp1,1 triliun pertahun.
Campuran Biodiesel Didorong Jadi 5 Persen
Dalam kesempatan sama, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, mengatakan produksi J2.4 tak lepas dari amanat Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.12/2015 yang mengatur kewajiban pencampuran bahan bakar nabati dalam bahan bakar jenis avtur dengan persentase sebesar 3 persen pada 2020. Kandungannya akan meningkat hingga 5 persen pada 2025.
Produksi bioavtur juga sejalan dengan komitmen Indonesia dalam Paris Agreement untuk mencapai net zero emissions pada 2060. Kini Pertamina tengah berupaya meningkatkan campuran biodiesel dari 2,5 persen menjadi 5 persen sesuai amanat Permen ESDM.
"Sekarang masuk ke tahap kedua, yaitu avtur kita mulai dari 2,5 persen. Nanti kita tingkatkan 5 persen. Kita akan akselerasi karena kita kemarin mulainya agak terlambat, dan itu bisa mengurangi ketergantungan kita terhadap impor," jelasnya.
Nicke juga memastikan kesiapan Pertamina untuk melakukan komersialisasi bioavtur. Namun, pemerintah masih menunggu komitmen industri CPO dan pemeirntah untuk memastikan suplai bahan baku dalam produksi bioavtur tersebut.
"Kesiapan dan keberlangsungan kita liat value chain secara utuh. Dengan komitmen dari pemerintah dan industri CPO, kami harap ada kebijakan dan komitmen supaya sustainable, yaitu komitmen untuk suplai. Apalagi tahun depan Kementerian Keuangan akan menetapkan carbon tax ini akan berpengaruh ke keekonomian," jelasnya.
Nicke juga menuturkan bahwa performa bioavtur sudah optimal, yang perbedaan kinerjanya hanya 0,2-0,6 persen dari kinerja avtur fosil. Ia juga memastikan keandalan PT KPI Unit Cilacap yang didapuk untuk mengembangkan bioavtur nasional. Kilang tersebut sebelumnya merupakan produsen bahan bakar minyak (BBM) jenis avtur terbesar di Indonesia, dengan angka produksi tertinggi 1,85 juta barrel sepanjang 2020.