Jakarta, FORTUNE - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menaksir penerimaan negara dari cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sebesar Rp2,7 triliun hingga Rp6,25 triliun per tahun.
Proyeksi tersebut disampaikan Diah Satyani Saminarsih, pendiri Center for Indonesia’s Strategic and Development Initiatives (CISDI), dalam RDPU dengan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR pada Senin (4/7).
"Penerapan cukai MDBK ini menurut estimasi Kementerian Keuangan itu berpotensi meningkatkan penerimaan negara hingga Rp6,25 triliun per tahunnya," ujarnya.
Diah melanjutkan, penerapan cukai MBDK berakar dari meningkatnya konsumsi produk minuman berpemanis di Indonesia sebanyak 15 kali lipat dalam kurun waktu dua dekade terakhir. Tingginya konsumsi MBDK berkontribusi pada naiknya angka risiko obesitas dan penyakit tidak menular (PTM), seperti diabetes, kerusakan liver dan ginjal, penyakit jantung, serta beberapa jenis kanker.
Jika tidak ditangani serius, hal ini akan menyebabkan beban kesakitan dan kematian akibat PTM di masa depan semakin meningkat. Saat ini saja, tujuh dari sepuluh penyebab kematian di Indonesia disebabkan karena PTM, dengan diabetes menempati posisi ketiga.
"Kalau kita lihat sekarang, diabetes sekarang diderita oleh 19,5 juta penduduk, dan itu diperkirakan akan terus meningkat sampai ke 28,5 juta penderita pada tahun 2045," katanya.
"Kemudian ada studi juga yang menunjukkan bahwa Indonesia dinominasikan peringkat ke-4 sebagai negara dengan prevalensi diabetes tertinggi di dunia” jelas perempuan yang juga menjabat Penasihat Senior bidang Gender dan Pemuda untuk Dirjen WHO tersebut
Terbukti ampuh kendalikan konsumsi
Karena itu , menurut Diah, penerapan cukai MDBK di Indonesia menjadi sangat penting. Selain sebagai tindakan preventif, pemasukan dari cukai tersebut akan membantu pemerintah untuk membiayai pengobatan masyarakat atas penyakit yang disebabkan gula.
Terlebih, cukai MBDK terbukti ampuh menurunkan konsumsi produk berdampak buruk dan telah diadopsi di lebih dari 40 negara di dunia. Penurunan konsumsi ini akan membantu mengendalikan angka obesitas dan diabetes serta mendukung percepatan pencapaian target Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) 2021-2024.
"Hal ini sebenarnya merupakan potensi yang bisa dimanfaatkan pemerintah di mana dana yang terkumpul dapat dialokasikan untuk pembiayaan kesehatan, terutama untuk penyakit tidak menular seperti diabetes dan obesitas," katanya.
Sebelumnya Ketua Tim Kerja Pembiayaan Kesehatan, Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan (Pusjak PDK), Kementerian Kesehatan Ackhmad Afflazir menyebut angka PTM di Indonesia akan mempengaruhi pembiayaan kesehatan nasional, sehingga ia menegaskan penerapan cukai MBDK penting untuk segera dilakukan.
“Akar masalah harus diselesaikan lebih dahulu, yaitu pengendalian konsumsi makanan dan minuman tinggi GGL. Dalam hal ini, cukai MBDK dapat dilihat sebagai cara efektif mengendalikan konsumsi minuman manis masyarakat,” ujarnya.