Jakarta, FORTUNE - Perdana Menteri (PM) Selandia Baru, Jacinda Ardern, menyatakan mundur dari jabatannya, Kamis (19/1). Padahal, masa jabatannya sebentar lagi akan berakhir, yakni pada 7 Februari mendatang.
"Saya tak lagi memiliki cukup energi untuk mengemban [jabatan] itu dengan benar," ujarnya ketika mengumumkan pengunduran diri, dikutip Fortune.com. “Saya akan merugikan Selandia Baru jika melanjutkannya."
Sambil memerinci jumlah korban Covid-19 selama 5,5 tahun terakhir, ia menyampaikan bahwa memimpin suatu negara adalah pekerjaan paling istimewa sekaligus juga paling menantang.
"Anda tidak dapat dan tidak boleh melakukan pekerjaan itu kecuali Anda memiliki energi yang penting, ditambah sedikit cadangan untuk tantangan yang tidak direncanakan dan tidak terduga itu," katanya.
Selama menjabat sebagai PM Selandia Baru, Ardern menyita banyak perhatian karena kebijakan-kebijakannya yang dianggap baik. Ketika dia terpilih sebagai perdana menteri pada 2017, dia menjadi kepala pemerintahan wanita termuda di dunia pada usia 37.
Setahun kemudian, dia melahirkan saat menjabat, dan tercatat sebagai pemimpin kedua di dunia yang melakukannya—sejak Benazir Bhutto dari Pakistan pada 1990.
Mantan DJ dan Mormon ini menjadi ikon liberal global karena mengambil kebijakan berlandaskan sains sejak awal pandemi.
Popularitas Berkurang
Saat dia menghiasi sampul majalah Vogue and Time secara internasional, popularitasnya mulai berkurang di negaranya sendiri. Partai Buruh setempat yang liberal memenangkan pemilihan kembali dua tahun lalu dalam proporsi yang bersejarah, tetapi jajak pendapat baru-baru ini telah membuat partainya kalah dari Partai Konservatif.
Survei baru-baru ini menunjukkan popularitas pribadinya berada pada titik terendah sejak dia terpilih sebagai PM, dan persetujuan atas kinerja partainya juga rendah.
Dia juga menjadi target para misoginis dan ancaman publik. Pada Oktober tahun lalu, kantor pemilihan Ardern diserang oleh seseorang dengan pedang terhunus karena kebijakan pembatasan sosialnya untuk menghambat penularan Covid dianggap ketat.
Bryce Edwards, seorang peneliti politik di Victoria University of Wellington, Selandia Baru, menyebut pengunduran diri Ardern mengejutkan, tetapi bukan kejutan.
"Hengkang sekarang adalah hal terbaik untuk reputasinya," katanya.