Jakarta, FORTUNE - Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, mengatakan pihaknya membuka kemungkinan untuk menggelar kemitraan dengan perusahaan lain di Blok Masela. Pasalnya, mereka membutuhkan kompetensi pelengkap untuk mengelola blok tersebut.
"Dalam eksekusinya, dari sisi teknis [blok tersebut] cukup complicated," ujar Nicke dalam rapat dengar pendapat di Komisi VII DPR RI, Rabu (30/8).
Nicke mengatakan konsorsium Blok Masela saat ini tengah mengebut finalisasi rencana pembangunan (plan of development/PoD), termasuk pembiayaannya.
Dalam PoD baru ini, Pertamina juga memasukkan usulan soal pemasangan fasilitas penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (carbon capture and utilization storage/CCUS) yang absen dalam PoD sebelumnya.
Tambahan CCUS di Blok Masela tersebut sejalan dengan program transisi energi pemerintah agar produk migas yang dihasilkan rendah karbon dan ramah lingkungan (blue energy).
"Eksekusi plan lagi dilakukan, dari sumur dan target sudah kita matangkan. Termasuk berapa yang akan diinjeksi C02 dan yang diperbolehkan flaring," ujarnya.
Secara teknis, eksplorasi gas akan dilakukan di tengah laut (offshore), sementara produksi dan penyimpanan gas secara floating di tengah laut, dan terminal LNG di daratan (onshore), termasuk fasilitas CCUS.
"Sampai saat ini kami meyakini ini cara yang paling cepat dan efektif yang bisa mengakomodir semua aspirasi yang ada," katanya.
Minta operasi dipercepat
Saat ini Pertamina mengelola Blok Gas tersebut dengan mengempit 20 persen hak partisipasi (participating interest/PI).
Hak kelola tersebut dimiliki Pertamina dan Petronas setelah Shell, pengelola yang sebelumnya mengempit 35 persen PI di Blok Masela, memutuskan untuk keluar. 15 persen sisanya dikempit perusahaan migas asal Malaysia, Petronas.
Sementara Inpex masih mengempit 65 persen hak kelola.
Usai Pertamina dan Petronas masuk, pemerintah meminta blok ini beroperasi pada 2029. Lebih cepat dari target Inpex sebelumnya pada 2032.