PLN Lelang Proyek PLTS untuk Gantikan PLTD

Target konversi PLTD ke PLTS di tahap pertama capai 250 MW.

PLN Lelang Proyek PLTS untuk Gantikan PLTD
Proyek PLTS PLN. (Dok: PLN)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - PT PLN (Persero) melelang proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) baseload untuk menggantikan proyek pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) di berbagai wilayah. Proyek konversi PLTD ke pembangkit energi baru terbarukan (EBT) ini dilakukan untuk menekan impor bahan bakar minyak (BBM) sekaligus mendukung target capaian EBT sebesar 23 persen pada 2025.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, program konversi tersebut dibagi menjadi dua tahap. Untuk tahap pertama, total kapasitas PLTD yang dikonversi mencapai 250 Megawatt (MW). 

Dengan menggunakan PLTS baseload, lanjut Darmawan, akan ada tambahan baterai agar pembangkit bisa nyala 24 jam. Di samping itu, kapasitas terpasang di tahap pertama ini juga bisa bertambah menjadi sekitar 350 MW.

"Saat ini kami sedang melakukan lelang dalam satu dua bulan ini. Saat ini sudah ada 160 peserta yang eligible," ujar Darmawan dalam keterangan resmi, Senin (31/1).

Selanjutnya, dalam tahap dua, PLN akan mengkonversi PLTD sisanya sekitar 338 MW dengan pembangkit EBT lainnya, sesuai dengan sumber daya alam yang menjadi unggulan di daerah tersebut dan keekonomian yang terbaik.

Untuk rencana konversi ke pembangkit berbahan bakar gas, PLN juga bekerja sama dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dalam upaya konversi ini. Nantinya, PLN dan PGN akan mengkonversi PLTD menjadi pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU). Program gasifikasi ini menyasar daerah terpencil. 

"Kita juga bisa memakai opsi untuk menginterkoneksikan kepada sistem transmisi terdekat yang lebih besar sehingga masyarakat tetap bisa menikmati listrik yang andal," ujar Darmawan.

Listrik EBT Kian Murah

Darmawan juga menjelaskan dua tahap proyek konversi ini ditargetkan bisa rampung pada 2026 mendatang. Harapannya, sekitar 2.130 titik PLTD yang ada saat ini bisa terkonversi ke pembangkit energi bersih ataupun koneksi ke grid.

Seiring dengan perkembangan teknologi, Darmawan meyakini biaya produksi pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia bakal semakin kompetitif dibandingkan dengan pembangkit fosil.

Hal ini bisa dilihat dari terus turunnya harga PLTS dan baterai. Pada 2015 harga PLTS dipatok 25 sen per kilowatthour (kWh). Namun saat ini, harga listrik PLTS mampu ditekan berkisar 5,8 sen per kWh, bahkan dengan tren saat ini dapat turun dibawah 4 sen per kWh.

Sedangkan untuk baterai, hari ini harganya mencapai 13 sen per kWh yang dulunya sempat di angka 50 sen per kWh. Artinya, ada penurunan biaya hampir 80 persen.

Contoh lainnya adalah penurunan harga rata-rata paket baterai tipe Li-ion menjadi  US$137 per kWh pada 2020. Sebelumnya, pada 2013, harga rata-rata paket baterai tersebut sempat di angka US$668 per kWh. Artinya, ada penurunan biaya hampir 80 persen.

"Perkembangan teknologi dan inovasi mampu menekan mengurangi harga dari pembangkit EBT. Ini menjawab dilema antara energi bersih tapi mahal atau energi kotor tapi murah. Ini bisa dijawab, bahwa dalam kurun waktu energi bersih dan murah bisa dicapai," tegas Darmawan.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

IDN Channels

Most Popular

Mega Insurance dan MSIG Indonesia Kolaborasi Luncurkan M-Assist
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024
Booming Chip Dorong Pertumbuhan Ekonomi Singapura
Pimpinan G20 Sepakat Kerja Sama Pajaki Kelompok Super Kaya
Dorong Bisnis, Starbucks Jajaki Kemitraan Strategis di Cina