Jakarta, FORTUNE - Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, mengatakan bahwa perusahaannya tengah merancang sistem perencanaan untuk mengatasi masalah ketidaksesuaian lokasi antara pusat permintaan dengan sumber Energi Baru Terbarukan (EBT).
Hal ini diperlukan karena sumber-sumber EBT di Indonesia tersebar di berbagai tempat dan sering kali jauh dari pusat-pusat industri yang membutuhkan pasokan listrik.
Ini berbeda dari pembangkit berbasis energi fosil seperti batu bara dan gas, dengan pembangkit yang bisa dibangun di dekat pusat-pusat permintaan.
"Kami saat ini sedang merancang sistem perencanaan pembangkit, di mana ada yang disebut transisi energi. Kami sedang beralih dari pembangunan berbasis bahan bakar fosil ke pembangunan berbasis energi terbarukan. Ketidaksesuaian ini kami atasi dengan menghubungkan melalui jaringan transmisi hijau [atau green enabling transmission line]," katanya dalam Rakernas Rakornas 5 Relawan Pengusaha Nasional (Repnas), Senin (14/10).
Darmawan menjelaskan bahwa dalam 10 tahun terakhir, PLN telah membangun saluran transmisi—termasuk green enabling transmission line—sepanjang 53.000 km sirkuit untuk mendistribusikan listrik dari pembangkit ke pusat-pusat permintaan. Namun, transmisi tersebut masih belum cukup untuk mengatasi ketidaksesuaian lokasi EBT hingga 2040.
"Hingga tahun 2040, kita akan mencapai sekitar 70.000 km jaringan transmisi, hanya untuk menghubungkan ketidaksesuaian antara lokasi sumber daya dengan pusat permintaan," ujarnya.
Nantinya, dengan jaringan transmisi hijau tersebut, diprediksi akan ada tambahan pembangkit energi baru terbarukan sebesar 30 GW yang dapat memenuhi kebutuhan permintaan industri dan rumah tangga.
"Dengan membangun green enabling transmission line ini, akan ada penambahan energi terbarukan yang sangat besar, lebih dari 30 GW," katanya.
Selain itu, PLN juga akan membangun smart grid untuk mengatasi intermitensi pembangkit seperti angin dan solar (PLTS).
"Karena begitu ada tenaga surya dan angin, muncul variabilitas atau intermitensi. Tanpa smart grid, kita tidak mungkin menambah energi terbarukan yang bersifat variabel seperti tenaga surya dan angin dalam skala besar. Dengan rancangan ini, ke depan 75 persen dari penambahan kapasitas pembangkit kita akan berbasis energi terbarukan," ujarnya.