Jakarta, FORTUNE - Pemerintah dan DPR akan segera menyepakati RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna pekan depan. Pasalnya, beleid omnibus tersebut telah diloloskan dalam rapat pengambilan keputusan tingkat I di Komisi XI.
Secara umum, RUU tersebut berisi lima kelompok materi utama berkaitan dengan ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), cukai, serta pajak karbon.
Masing-masing kelompok berisi pengaturan yang menjadi inti dari perubahan Undang-Undang No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Berikut poin-poin penting aturan baru dalam salinan draf RUU HPP yang diterima Fortune Indonesia:
Tax Amnesty Jilid II
Program ini bernama pengungkapan harta sukarela wajib pajak. Program ini berlaku mulai 1 Januari hingga 30 Juni 2022. Dalam RUU tersebut, harta yang dimaksud adalah aset yang diperoleh wajib pajak sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015.
Nantinya, harta bersih tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenai pajak penghasilan (PPh) yang bersifat final. PPh final itu akan dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagai berikut:
-6 persen untuk harta di dalam negeri dan diinvestasikan ke sektor pengelolaan sumber daya alam, energi baru terbarukan dan obligasi negara
-8 persen jika harta tersebut tidak diinvestasikan di tiga sektor tersebut
-6 persen untuk harta di luar negeri yang dialihkan dan diinvestasikan ke sektor tersebut
-8 persen untuk harta di luar negeri yang dialihkan tetapi tidak diinvestasikan di tiga sektor tersebut
-11 persen untuk harta bersih yang berada di luar negeri dan tak dialihkan ke Indonesia.
Untuk pengungkapan harta secara sukarela yang diperoleh sejak 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2020, tarif PPh finalnya adalah:
-12 persen untuk harta di dalam negeri dan diinvestasikan di tiga sektor yang telah disebutkan
-14 persen jika tidak diinvestasikan di sektor-sektor tersebut
-12 persen untuk harta di luar negeri yang dialihkan dan diinvestasikan ke tiga sektor tersebut
-14 persen untuk harta di luar negeri yang dialihkan tetapi tidak diinvestasikan ke tiga sektor tersebut
Dalam Pasal 7 RUU HPP, wajib pajak yang pengalihan harta bersih ke Indonesia dilakukan maksimal pada 30 September 2022. Sementara komitmen wajib untuk menginvestasikan hartanya pada sektor SDA, EBT, dan SBN disampaikan maksimal 30 September 2023.
"Investasi harta bersih wajib dilakukan paling singkat lima tahun sejak diinvestasikan," tulis aturan itu.
Lebih lanjut, wajib pajak yang ingin mengikuti program pengampunan pajak ini dapat mengajukan surat pemberitahuan pengungkapan harta kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Wajib pajak juga harus melampirkan sejumlah dokumen antara lain seperti bukti pembayaran PPh final, daftar rincian harta dan informasi kepemilikan harta yang dilaporkan, daftar utang, pernyataan mengalihkan harta bersih ke Indonesia, pernyataan akan menginvestasikan harta bersih untuk sektor SDA, EBT, serta obligasi negara.
Selanjutnya, DJP akan menerbitkan surat keterangan terhadap surat pemberitahuan tersebut. Jika terdapat ketidaksesuaian antara harta bersih yang diungkapkan dan keadaan sebenarnya, maka DJP dapat merevisi atau membatalkan surat keterangan tersebut.
Sementara wajib pajak yang sudah mendapatkan surat keterangan dari DJP tidak akan dikenai sanksi administratif. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengungkapan harta bersih akan diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK).
Tarif Baru PPN
Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pemerintah akan menerapkan skema multitarif mulai dari nol persen hingga 15 persen. Tarif nol persen berlaku khusus untuk ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor kena pajak tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak. Di luar itu, terdapat ketentuan multitarif PPN sebesar 5 persen sampai 15 persen.
Selanjutnya, terdapat ketentuan tarif PPN 11 persen atas barang dan jasa yang berlaku mulai 1 April 2022. Untuk tarif PPN sebesar 12 persen, penerapannya berlaku paling lambat 12 Januari 2025.
Kelompok Pendapatan dan Tarif PPh Baru
Pemerintah juga bakal menerapkan tarif pajak penghasilan (PPh) baru berdasarkan pengelompokan pendapatan. Pertama, untuk wajib pajak perorangan dengan penghasilan hingga Rp60 juta per tahun akan dikenai tarif PPh 5 persen.
Kedua, untuk penghasilan di atas Rp60 juta sampai dengan Rp250 juta akan dikenai tarif PPh sebesar 15 persen. Ketiga, tarif sebesar 25 persen untuk wajib pajak berpendapatan Rp250 juta sampai Rp500 juta.
Keempat, tarif 30 persen untuk pendapatan Rp500 juta sampai dengan Rp5 miliar. Terakhir, tarif 35 persen untuk wajib pajak dengan penghasilan di atas Rp5 miliar.