Jakarta, FORTUNE - Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkap berbagai modus pencucian uang yang dilakukan pejabat negara. Bahkan, modus tersebut tak hanya melibatkan kerabat pejabat bersangkutan melainkan juga kolega, anak buah hingga pacar simpanan.
"Transaksi para pejabat, ya pastinya ada. Terkait dengan nomineenya terkait kerabat, keluarga, sahabat, anak buah segala macam, itu kita temukan juga. Bukan hanya kepada keluarga tapi juga mohon maaf, kepada pacara atau orang lain yang palsu segala macam. Itu yang kita sebut dengan nominee," ujarnya dalam rapat bersama Komisi III DPR, Senin (31/1).
Menurutnya, transaksi tersebut juga pernah terbukti dalam sejumlah kasus yang terkuak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Beberapa di antaranya soal tindak pidana korupsi pejabat pajak hingga pejabat daerah.
Misalnya, dalam kasus korupsi seorang pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Pejabat tersebut, kata dia, mencuci uang 'haramnya' kepada simpanannya yang menjadi seorang pramugari salah satu maskapai penerbangan. "Dalam beberapa kesempatan justru transaksi itu terbukti dari pacar. Contohnya yang orang pajak itu kan pacarnya pramugari," terangnya.
Ada pula pejabat daerah yang mencuci uangnya dengan membelikan rumah untuk pacarnya dengan nilai ratusan juta. "Di Jawa Barat oknum juga, membelikan rumah pacarnya dengan transaksi tunai,. Berapa ratus juta untuk beli rumah. Nah dari situ ketahuan ternyata terkait dengan oknum ASN, pejabat, dari situ baru ketahuan pejabatnya kita korek," jelasnya.
Di luar itu, Ivan juga menegaskan bahwa PPATK menerima sangat banyak laporan transaksi keuangan mencurigakan dari berbagai pihak. Bahkan jumlahnya mencapai hampir 10 ribu laporan per jam. Karena itu lah, terdapat gap antara produksi Hasil analisis dan Hasil penyelidikan yang dilakukan lembaganya.
"Memang dibandingkan dan dikombinasi antara jumlah input dan output gap-nya memang luar biasa besar tapi itu bukan berarti semua data tidak dipergunakan," jelas Ivan.
Tahun 2020 saja, terang Ivan, PPATK menerima laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait dengan korupsi sebanyak 3.949 laporan. Dari seluruh laporan tersebut, nominal transaksinya mencapai Rp39,857 triliun. "Jadi total laporan 2018-2020 khusus terkait korupsi saja 12.869 dan memiliki value sebesar Rp53,474 triliun," imbuhnya.
Sementara dari data tersebut, PPATK sudah mengeluarkan Hasil Analisis terkait korupsi sebsar Rp101 triliun. "Kalau bicara agregat angka PPATK memiliki angkanya dan itu luar biasa masif dan apabila dibutuhkan kami bisa saja memberikan data detail dan secara agregat," tarangnya.
PPATK sendiri, jelasnya, memiliki tiga kanal analisis transaksi keuangan yakni analisis operasional yang memunculkan Hasil Analisis dan Hasil Penyelidikan, analisis teknikal yang memunculkan riset, dan analisis strategis yang memunculkan rekomendasi.
"Jadi data yang masuk bisa satuan, agregat dan modus secara umum. Itu menggunakan seluruh data yang ada. Tapi tidak seluruhnya digunakan untuk membangun kasus tapi bisa memberikan rekomendasi kepada pemerintah," tandasnya.