Jakarta, FORTUNE - Pemerintah akan menggenjot hilirisasi produk pertanian untuk enam komoditas strategis, yakni sawit, kelapa, lada, kakao, kopi, dan cengkeh. Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan potensi ekspor enam komoditas tersebut diproyeksikan mencapai Rp600 triliun.
Dengan hilirisasi, diharapkan akan ada nilai tambah minimal 20 kali lipat, sehingga total nilai ekspor produk hilir enam komoditas tersebut mencapai Rp12.000 triliun.
Dengan demikian, devisa ekspor yang dihasilkan dari produk-produk tersebut dapat memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga mencapai Rp5.000 per US$.
"Kalau Rp600 triliun kita hilirisasi bisa jadi kali 20 saja, berarti itu Rp12.000 triliun, bisa saja menekan nilai dolar bisa sampai US$1 itu Rp5.000 ke depan. Itu mimpi besar kita 5 sampai 10 tahun ke depan," ujarnya dalam acara Rapat Koordinasi Nasional Pemerintahan Pusat dan Daerah, Kamis (7/11).
Amran menyatakan selama ini produk-produk pertanian Indonesia diolah di luar negeri sehingga nilai tambahnya dinikmati negara lain. Ia mencontohkan komoditas kakao dari Sulawesi Tengah dan Selatan serta komoditas mente dari Sulawesi Tenggara diekspor mentah ke luar negeri.
Setelah diolah, dua komoditas tersebut dijual sebagai produk cokelat yang harga jualnya jauh lebih mahal dan dibeli kembali oleh masyarakat Indonesia.
"Mereka beli hanya Rp26.000 per kg, tapi kita membeli kembali Rp1 juta per kg, sehingga nilai tambahnya 3.800 persen atau 38 kali lipat," ujarnya.
Menurut Amran, nantinya produksi dua komoditas tersebut akan digenjot dengan dua cara. Untuk pertanian di Jawa, pemerintah akan melakukan intensifikasi lahan sehingga hasil pertanian dapat meningkat. Sementara di luar Jawa, pemerintah akan mengupayakan produktivitas pertanian melalui ekstensifikasi lahan.
"Bapak Presiden perintahkan kepada kami untuk mencapai swasembada pangan dalam waktu secepat-cepatnya, sesingkat-singkatnya," kata Amran.
Dalam acara yang sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa hilirisasi komoditas sawit akan didorong untuk mencapai kemandirian energi.
Pasalnya, dalam beberapa tahun mendatang, pemerintah akan meningkatkan campuran biodiesel ke dalam minyak solar dari saat ini 35 persen menjadi 60 persen. Tahun depan, pemerintah sudah akan memulai mandatori 40 persen campuran biodiesel berbasis sawit ke dalam minyak solar (B40).
Sementara pada 2026 dan 2027, mandatori biodiesel akan ditingkatkan bertahap menjadi B50 hingga B60. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi impor BBM Indonesia yang menguras devisa negara hingga sekitar Rp500 triliun per tahun.
"Ke depan kita akan mendorong tercapainya kedaulatan energi. Bagaimana caranya? Pertama, kita meningkatkan lifting kita agar dapat meningkatkan pendapatan negara. Kedua, kita akan konversi ke biodiesel. Saat ini kita sudah mencapai B40 yang akan diterapkan pada 1 Januari. B50 nanti kita rencanakan pada 2026, dan pada 2027 kita naikkan lagi menjadi B60," kata Bahlil.