Jakarta, FORTUNE - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran atau rasio gini Indonesia sebesar 0,381 pada September 2021. Angka itu turun 0,003 poin dari Maret 2021 yang sebesar 0,384 dan menurun 0,004 dari September 2020 yang sebesar 0,385.
Angka rasio gini yang semakin mendekati nol menunjukkan tingkat kesenjangan yang rendah. Sebaliknya, angka rasio gini yang mendekati satu menggambarkan tingkat kesenjangan yang tinggi.
Margo mengatakan, gini ratio di daerah perkotaan pada September 2021 tercatat sebesar 0,398 atau turun dibanding gini ratio Maret 2021 yang sebesar 0,401 dan gini ratio September 2020 yang sebesar 0,399. "Gini ratio di daerah perdesaan pada September 2021 tercatat sebesar 0,314, turun dibanding gini ratio Maret 2021 yang sebesar 0,315 dan gini ratio September 2020 yang sebesar 0,319," ujarnya dalam konferensi pers, Senin (17/1).
Berdasarkan ukuran ketimpangan Bank Dunia, lanjut Margo, distribusi pengeluaran Indonesia pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 17,97 persen. "Hal ini berarti pengeluaran penduduk pada September 2021 berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah," terangnya.
Jika dirinci menurut wilayah, angka ratio gini daerah perkotaan tercatat sebesar 17,00 persen yang berarti tergolong pada kategori ketimpangan sedang. Sementara untuk daerah perdesaan, angkanya tercatat sebesar 20,83 persen, yang berarti tergolong dalam kategori ketimpangan rendah.
Margo menyebutkan penurunan rasio gini tertinggi terjadi di Provinsi Maluku Utara yakni sebesar 0,022 poin, sedangkan peningkatan rasio gini tertinggi di Sulawesi Tengah, yaitu di 0,010 poin jika dibandingkan dengan Maret 2021.
Sementara itu, provinsi yang mempunyai nilai rasio gini tertinggi tercatat di Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu sebesar 0,436, sedangkan yang terendah tercatat di Bangka Belitung dengan rasio gini sebesar 0,247.
Jika dibandingkan dengan rasio gini nasional yang sebesar 0,381, BPS melaporkan terdapat tujuh provinsi dengan angka rasio gini lebih tinggi, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 0,436, DKI Jakarta sebesar 0,411, Gorontalo sebesar 0,409, Jawa Barat sebesar 0,406, Papua sebesar 0,396, Sulawesi Tenggara sebesar 0,394, dan Nusa Tenggara Timur sebesar 0,339.