Jakarta, FORTUNE - Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro mengatakan, rata-rata realisasi pendapatan pemerintah daerah di seluruh Indonesia hingga 17 April 2022 masih di angka 14,44 persen. Persentase tersebut terbilang rendah jika dibandingkan dengan oenerum pemerintah pusat hingga akhir Maret yang mencapai 27,13 persen.
Menurutnya, kondisi tersebut sangat tidak ideal sebab dapat menggangu program-program daerah yang punya efek pengganda terhadap perekonomian.
"Masih 14,44 persen baik provinsi maupun kabupaten/kota. Ini memberikan gambaran, kalau tadi kita mengatakan ada Rp1.100 triliun APBD se-Indonesia dalam setahun sekarang baru 14 persen. Ini adalah bagian juga daripada cerminan kita untuk menggerakkan roda perekonomian. Perencanaan sudah ada, kalau anggaran enggak ada enggak jalan juga," ujarnya Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2022, Kamis (28/9).
Tak hanya itu, realisasi belanja daerah juga tercatat masih sangat rendah hingga periode awal di kuartal kedua. Hari ini, tutur Suhajar, rata-rata belanja masih di angka 5,36 persen. "Bahkan di tingkat kabupaten/kota masih di bawah 5 persen. Realisasi belanja. Sedangkan sudah bulan April," jelasnya.
Memang, tutur Suhajar, APBD bukan satu-satunya penggerak ekonomi di daerah. Tapi, APBD ia punya peran besar sebagai tulang punggung perekonomian. Jika serapan anggaran macet, maka roda ekonomi di daerah juga tersendat.
"Tadi sudah saya gambarkan Rp1.100 triliun APBD di seluruh Indonesia. 1.200 investasi, Rp2.000 triliun APBN. Tetapi apbd yang 1.100 triliun ini adalah inti penggerak ekonomi karena pemerintah daerah menjadikan APBD sebagai instrumen memajukan sektor yang menjadi prioritas," tuturnya.
Lelang bisa lebih awal
Padahal, jika masalah serapan anggaran adalah jadwal tender proyek yang lambat, pemerintah sudah membuka ruang agar lelang bisa diajukan lebih awal di tahun sebelumnya. Ia memberi contoh, untuk proyek-proyek yang akan dimulai pada Januari 2022, proses lelangnya sudah dapat dilakukan sejak Juni tahun lalu.
"Jadi, proposi realisasi belanja ini menandakan stabilitas pergerakan kegiatan. Seolah di Januari, Februari, Maret tidak ada kegiatan. Kegiatan lesu juga barangkali yang kerja menurun tidak ada orang benerin jalan dan sebagainya padahal lelang proyek sudah dibuka ruang untuk lelang dini. Proyek 2022 sudah bisa dilelang Juni kemarin," jelasnya
Dengan kondisi seperti ini, hemat Suhajar, dapat dipastikan perekonomian daerah di kuartal pertama masih akan berjalan lambat karena minimnya stimulus berupa belanja APBD di daerah.
"APBD lah tang menjadi trigger penggerak ekonomi. Kalau pemerintah tidak menggerakkan uangny, tidak mengeluarkan anggaran untuk belanja, maka ekonomi daerah tidak bergerak. Kalau pemerintah tidak mengadakan rapat yang buat kue tidak jualan, dong. Belum lagi yang besar misalnya tender. Bukan hanya barang yang harus dibeli untuk semen, batu pasir yang bisa menggerakkan masyarakat bekerja," tandasnya.