Jakarta, FORTUNE - Nilai Tukar Rupiah dibuka menguat pada perdagangan Senin (22/4) pagi. Mata uang domestik tersebut naik 45 poin atau 0,28 persen ke Rp16.215 per US$.
Pada Jumat (19/4) sore, rupiah ditutup pada level Rp16.260 per US$, melemah 81 poin atau 0,50 persen.
Pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, mengatakan rupiah masih berpeluang melemah hari ini terhadap dolar AS akibat masih memanasnya situasi konflik di Timur Tengah.
Sebab, dengan adanya serangan drone Israel ke Iran pekan lalu, pasar masih mewaspadai kemungkinan konflik akan membesar ke kawasan.
"Kongres AS akhir pekan kemarin baru saja mengesahkan pemberian bantuan dalam jumlah besar untuk Ukraina, Israel, dan Taiwan. Bantuan ini bisa saja dipandang pasar untuk memanaskan konflik" ujarnya kepada Fortune Indonesia, Senin (22/4).
Sementara itu, sentimen dalam negeri juga akan menentukan pergerakan rupiah hari ini. Salah satunya neraca perdagangan Indonesia.
"Pagi ini data trade balance Indonesia bulan Maret akan dirilis. Bila surplus, mungkin bisa menahan pelemahan rupiah terhadap dolar AS," jelasnya.
Adapun potensi pelemahan rupiah pada hari ini akan mendekati Rp16.300 per US$ dengan potensi support di sekitar Rp16.200 per US$.
Berbanding terbalik dengan rupiah, pergerakan mayoritas mata uang kawasan Asia melemah pada perdagangan pagi ini.
Yen Jepang terpantau melemah 0,01 persen, dolar Hong Kong melemah 0,02 persen, dolar Taiwan turun 0,14 persen, won Korea melemah 0,04 persen, yuan Cina tercatat turun 0,04 persen, ringgit Malaysia turun 0,03 persen, dan baht Thailand turun 0,38 persen.
Sementara itu, dolar Singapura naik 0,01 persen, peso Filipina naik 0,04 persen, dan rupe India menguat 0,08 persen.
Intervensi BI
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memastikan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tetap terjaga, di tengah dampak konflik geopolitik antara Iran-Israel.
Bank sentral menegaskan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara emerging market (EMEs) yang kuat dalam menghadapi dampak rambatan global akibat ketidakpastian penurunan Fed Fund Rate (FFR) dan meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Hal ini ditopang oleh kebijakan moneter dan fiskal yang prudent dan terkoordinasi erat. Untuk memperkuat ketahanan eksternal dimaksud, komitmen kuat Bank Indonesia untuk stabilisasi nilai tukar menjadi bagian penting.
Demikian pula pengelolaan aliran portofolio asing yang ramah pasar, termasuk operası moneter yang pro-market dan terintegrasi dengan pendalaman pasar uang, mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia.
Guna mengantisipasi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, BI akan melakukan sejumlah langkah antisipatif, seperti menstabilkan rupiah melalui penjagaan keseimbangan supply-demand valas di pasar melalui triple intervention, khususnya pada spot dan DNDF (Domestic Non Deliverable Forward).
Kemudian, BI akan meningkatkan daya tarik aset rupiah untuk mendorong capital inflow, seperti melalui daya tarik SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia) dan hedging cost, serta melakukan koordinasi dan komunikasi dengan stakeholder terkait.