Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali berupaya menjernihkan isu tentang transaksi mencurigakan sebesar Rp300 triliun yang belakangan simpang-siur dan membuatnya dicecar awak media. Setelah mendapatkan surat lengkap beserta lampirannya dari Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), ia menegaskan bahwa transaksi dimaksud bukan menyangkut pegawai di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Ia menjelaskan pada 7 Maret 2023, Kepala PPATK mengirimkan 196 surat kepada Kemenkeu beserta Inspektorat Jenderal (Itjen) tanpa melampirkan nilai transaksi Rp300 triliun dimaksud.
Belakang setelah berita soal transaksi mencurigakan tersebut simpang-siur dan membuat lembaganya dirundung syak wasangka, barulah lampiran nilai transaksi tersebut dikirimkan PPATK pada 13 Maret 2023—dua hari setelah ia dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM (Menkopolhukam), Mahfud MD, menggelar konferensi pers untuk mengklarifikasi isu tersebut.
Lampiran setebal 300 halaman itu, kata Sri Mulyani, berisi rekapitulasi data, hasil analisis dan hasil pemeriksaan, serta informasi transaksi keuangan yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Kemenkeu dalam kurun 2009-2023.
Dari situ diketahui bahwa jumlah transaksi mencurigakan tidak hanya Rp300 triliun, melainkan mencapai Rp349 triliun. Pun demikian, jika diperinci, ternyata transaksi jumbo tersebut tak ada sangkut-pautnya dengan perseorangan yang merupakan pegawai Kemenkeu.
65 dari 300 halaman lampiran berisi transaksi keuangan perusahaan atau badan atau perseorangan. "Jadi ini transaksi ekonomi yang dilakukan perusahaan atau badan atau orang lain. Namun, karena menyangkut tugas dan fungsi Kemenkeu terutama menyangkut ekspor-impor dia dikirimkan PPATK kepada kami," ujarnya dalam konferensi pers di Kemenkopolhukam, Senin (20/3).
Kedua, 99 dari 300 halaman lampiran menyangkut aparat penegak hukum (APH) dengan nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp74 triliun. Adapun 135 surat lainnya yang menyangkut nama pegawai Kemenkeu disebut memiliki nilai transaksi mencurigakan Rp22 triliun.
“Satu surat yang menonjol dari PPATK adalah surat tahun 2020 yang dikirimkan pada 19 Mei 2020. Satu surat dari PPATK ini menyebutkan ada transaksi (mencurigakan) sebesar Rp189,27 triliun,” katanya.
Dalami transaksi
Hingga kini, Kementerian Keuangan sendiri masih melakukan penyelidikan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) untuk melakukan penelitian terhadap transaksi dalam lampiran surat tersebut.
Menurut Sri Mulyani, terdapat 15 individu dan entitas yang menyangkut surat dengan nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp189,27 triliun sepanjang 2017-2019.
Berdasarkan hasil penelitian dari DJBC yang sudah ditindaklanjuti oleh Kemenkeu dan dibahas bersama dengan PPATK pada September 2020, 15 entitas tersebut melakukan kegiatan antara lain ekspor, impor, emas batangan, dan emas perhiasan, dan money laundry changer.
Setelah dinyatakan tak ada transaksi mencurigakan di DJBC, DJP memperoleh surat yang sama (dengan nilai transaksi Rp189,27 triliun) dan surat lain dari PPATK yang mencatatkan jumlah transaksi mencurigakan sebesar Rp205 triliun dari 17 entitas (sebelumnya Rp189,27 triliun dari 15 entitas).
Selain itu, seluruh pihak terkait juga telah diteliti secara mendalam dan akan ditindaklanjuti oleh Kemenkeu serta PPATK jika ditemukan bukti-bukti lainnya.
“Kemenkeu tidak akan berhenti, bahkan kami secara proaktif minta kepada PPATK untuk menjalankan tugas menjaga keuangan negara. Dalam hal ini, sebagian surat-surat dari Pak Ivan (Yustiavandana) adalah surat yang kami mintakan, jadi kita yang aktif, (sedangkan) sebagian lagi dari PPATK aktif sampaikan kepada kami," ujar Sri Mulyani.