Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan pendidikan Indonesia telah mencapai kemajuan penting dalam dua dekade terakhir. Hal tersebut terlihat lewat angka partisipasi sekolah (APM) pendidikan anak usia dini (3-6 tahun) hingga SMA (16-18 tahun).
Ia mengatakan APM PAUD telah meningkat dari 35,18 persen menjadi 35,28 persen. Kemudian, APM usia 7-12 atau sekolah dasar meningkat dari 97,2 persen menjadi 99,10 persen.
Untuk sekolah menengah dasar, dengan rentang usia 13 sampai 15 tahun, APM mengalami peningkatan dari semula 82,6 persen menjadi 95,9 persen. Sementara anak-anak usia 16-18 tahun atau jenjang SMA, mengalami peningkatan APM dari 52,8 persen menjadi 73,15 persen.
"Dalam 20 tahun terakhir, prioritas Indonesia dalam pendidikan telah meningkat dengan pencapaian seperti pembangunan infrastruktur sekolah di mana bagi Indonesia ini menjadi tantangan besar karena geografi Indonesia sangat besar dan populasinya tersebar," ujarnya saat memberi sambutan pada acara Inclusive Lifelong Learning Conference, Rabu (5/7).
Sri Mulyani menjelaskan capaian tersebut berasal dari program pembangunan dan peremajaan gedung sekolah melalui instruksi presiden (Inpres) atau yang dikenal dengan SD Inpres.
Kemudian, pada 2005 pemerintah meluncurkan program hibah langsung ke sekolah atau yang dikenal dengan dana BOS. "Ini untuk membantu sekolah-sekolah di Indonesia agar dapat menyediakan sumber daya pendidikan yang lebih baik dan optimal. Juga untuk meningkatkan lebih banyak infrastruktur dan fasilitas, serta membeli alat multimedia untuk membantu aktivitas pembelajaran," katanya.
Selanjutnya, sejak 2014 pelajar dari keluarga miskin dan rentan juga disediakan beasiswa melalui Kartu Indonesia Pintar. Ini adalah bantuan langsung tunai yang bertujuan memastikan para pelajar, khusunya dari keluarga miskin dan rentan, dapat mengenyam pendidikan formal.
"Pada 2019 pemerintah juga memulai reformasi cara belajar dengan meluncurkan program Merdeka Belajar Dengannya, pelajar memiliki kebebasan untuk memilih modalitas termasuk yang link and match dengan bisnis," ujarnya.
Masih banyak tantangan
Namun demikian, ia menyatakan pendidikan Indonesia masih menghadapi tantangan yang sangat besar. Sebab, dalam beberapa tahun mendatang, Indonesia akan dihadapkan pada bonus demografi yang hampir 60 persen penduduknya berada pada usia produktif.
"Kita semua tahu bahwa investasi pendidikan bukan hanya alokasi APBN, bukan hanya membangun sekolah, tapi kita perlu meningkatkan kompetensi guru, juga kurikulum, dan bagaimana kita memastikan bahwa anak-anak yang tidak berada di wilayah padat penduduk tetap bisa mengakses dan melanjutkan pendidikan," ujarnya.
Karena itu, pemerintah berkomitmen meningkatkan longlife learning atau pendidikan untuk segala usia, sepanjang hayat melalui berbagai upaya. Salah satunya, bekerja sama dengan industri dan dunia usaha untuk mencocokkan antara pendidikan dan kebutuhan skill di dunia kerja.
Hal ini sejalan dengan prioritas pemerintah untuk terus melakukan pembenahan, restrukturisasi dan penguatan industri baik manufaktur maupun jasa. "Kita perlu memastikan angkatan kerja muda di Indonesia mampu mendapat kerja atau bahkan menciptakan lapangan kerja," katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani juga menegaskan pemerintah telah mengalokasikan 20 persen belanja APBN untuk pendidikan sesuai dengan amanat konstitusi, di mana lebih dari setengahnya juga telah dibelanjakan melalui pemerintah daerah.
"Ini untuk menunjukkan bahwa struktur politik anggaran, pendelegasian tanggung jawab untuk mengelola pendidikan dari sekolah dasar sampai SMA dialihkan ke Pemda," ujarnya.
Tahun ini pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan sekitar Rp612 triliun yang porsi terbesarnya diarahkan untuk mendukung pendidikan dasar hingga SMA. "Karena itu kapasitas Pemda untuk mengelola, mengorganisir serta bertanggung jawab terhadap belanja pendidikan dasar sangat penting," katanya.