Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi rupiah akan menguat hingga Rp16.200 per US$ pada semester II-2024. Penguatan tersebut terutama bakal dipengaruhi oleh kemungkinan Fed menurunkan suku bunga, menimbang kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat saat ini.
“Nilai Tukar Rupiah semester II kita perkirakan bergerak di Rp16.000 hingga Rp16.200, sehingga keseluruhan tahun Rp15.900 hingga Rp16.100 per US$, di atas dari asumsi makro di APBN yang berada di Rp15.000,” ujarnya dalam Rapat Kerja Badan Anggaran (Banggar) DPR, Senin (8/7).
Sri Mulyani juga memprediksi imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun pada kisaran 6,9 persen hingga 7,1 persen atau halnya dengan outlook sepanjang 2024. Hingga semester I, realisasi tingkat imbal hasil SBN sendiri sekitar 6,85 persen atau di atas asumsi APBN 2024 yang sebesar 6,7 persen.
Kemudian, inflasi diperkirakan tetap stabil pada rentang 2,7 persen hingga 3,2 persen, tidak terlampau jauh dari target APBN 2,8 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi diramal berada pada kisaran 5 persen hingga 5,2 persen didorong oleh perekonomian nasional yang cukup kuat, meski perlu kewaspadaan dengan berbagai risiko global.
Asumsi dasar makro lainnya juga diprediksi tidak jauh dari kisaran target. Harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP), misalnya, diproyeksikan berada pada rentang 79-85 dolar AS per barel. Lalu, lifting minyak bumi berada pada rentang 580.000–609.000 barel per hari dan lifting gas 975-1.007 ribu barel setara minyak per hari.
Adapun defisit anggaran hingga akhir 2024 diperkirakan berada pada level 2,7 persen PDB, melebar dari target APBN 2024 yang sebesar 2,29 persen PDB.
Meski demikian, pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp2.802,5 triliun atau tumbuh 0,7 persen yoy. Ini terutama dipengaruhi oleh aktivitas ekonomi yang terjaga dan positif, implementasi reformasi perpajakan, peningkatan dividen badan usaha milik negara (BUMN), serta peningkatan layanan kementerian/lembaga (K/L).
Sementara, belanja negara diperkirakan mencapai Rp3.412,2 triliun atau 102,6 persen dari pagu APBN 2024, seiring dengan peran APBN sebagai shock absorber untuk tetap menjaga momentum pertumbuhan, melindungi daya beli, dan mendukung pencapaian target-target prioritas pembangunan nasional.