Sri Mulyani Waspadai Dampak Kebangkrutan SVB ke Perbankan RI

Menkeu harap AS bisa stabilkan sektor keuangan.

Sri Mulyani Waspadai Dampak Kebangkrutan SVB ke Perbankan RI
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, saat rapat dengan Komisi IX di DPR. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mewaspadai dampak kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) terhadap kondisi perbankan dalam negeri. Sebab, meski SVB hanya bank dengan aset US$200 miliar—relatif kecil untuk skala perbankan Amerika Serikat (AS)—kebangkrutannya dapat memicu dampak sistemik bagi perbankan negeri Paman Sam dan seluruh dunia.

Itu sebabnya lembaga penjamin simpanan AS, FDIC, akhirnya memberikan kepastian penyelamatan dana para deposan SVB baik yang terasuransi maupun yang tidak terasuransi.

"Karena itu kemudian pemerintah AS yang tadinya tidak melakukan bail out memutuskan melakukan bail out, menjamin seluruh deposito dari SVB. Ini tentu suatu pelajaran yang perlu kita lihat. Bahwa bank terkecil dalam kondisi tertentu bisa menimbulkan persepsi sistemik," ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTA, Selasa (14/3).

Analisalis penyebab kejatuhan SVB 

Memang, kata Sri Mulyani, ada banyak analisis awal yang terkait penyebab jatuhnya SVB. Pertama, buruknya kinerja perusahaan rintisan di AS yang berimbas pada melambatnya penyaluran kredit SVB.

"Ini adalah bank yang khusus mendanai startup dan startup banyak yang mengalami penurunan kinerja sangat dalam tahun 2022, terlihat dalam berbagai indikator,  yang kemudian menyebabkan ancaman terhadap penyaluran dana deposito yang meningkat sangat tinggi," katanya.

Kedua, kenaikan suku bunga The Fed yang menyebabkan portofolio SVB pada surat berharga negara (SBN) jatuh. SVB telah mengalami kenaikan deposito lebih dari tiga kali lipat dalam waktu dua tahun belakangan—karena pandemi membuat konsumen menahan belanja dan memilih menabung.

Tingginya deposito yang tidak diiringi pertumbuhan penyaluran kredit membuat neraca SVB tertekan. Di sisi lain, deposito yang meningkat sangat tinggi ditempatkan pada instrumen surat utang negara jangka panjang. 

"Surat berharga ini mengalami penurunan nilai karena interest rate Federal Reserve yang naik. Jadi kalau interest rate Fed policy naik, maka harga surat berharga mengalami koreksi. Ini kemudian yang menyebabkan SVB dari sisi balance sheet mengalami penurunan dan timbul rumor sehingga terjadi bank run," ujarnya.

Dengan berbagai analisis tersebut, banyak yang mengatakan bahwa kolapsnya SVB takkan menimbulkan krisis keuangan seperti yang terjadi pada 2008. Namun, hal yang perlu diwaspadai adalah kekhawatiran nasabah pasca kebangkrutan SVB yang bisa menyebar seperti wabah. Apalagi, situasi yang menyebabkan bank run SVB bisa berkembang hanya dalam waktu satu kali 24 jam.

"Itulah yang kita lihat dengan SVB ini makanya kita perlu waspada karena yang namanya transmisi dari persepsi dan psikologis itu bisa menimbulkan situasi yang cukup signifikan bagi sektor keuangan seperti yang kita lihat di AS," kata Sri Mulyani. "Tentu kita berharap AS bisa segera menstabilkan sektor keuangannya."

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Mega Insurance dan MSIG Indonesia Kolaborasi Luncurkan M-Assist
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024
Booming Chip Dorong Pertumbuhan Ekonomi Singapura
Pimpinan G20 Sepakat Kerja Sama Pajaki Kelompok Super Kaya
Dorong Bisnis, Starbucks Jajaki Kemitraan Strategis di Cina