Jakarta, FORTUNE - Pemerintah telah menerbitkan aturan terkait Tata cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak. Ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 196/PMK.03/2021 itu diundangkan pada 23 Desember 2021.
Dalam beleid tersebut, ditegaskan bahwa program pengungkapan sukarela atau tax amnesty jilid II itu akan dilaksanakan selama 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.
Ruang lingkup kebijakan pun dibedakan menjadi dua yakni bagi wajib pajak yang telah mengikuti tax amnesty sebelumnya (kebijakan I) dan yang belum (kebijakan II).
Wajib pajak yang masuk dalam lingkup kebijakan I adalah mereka yang belum mengungkapkan harta per 31 Desember 2015 saat mengikuti tax amnesty, sementara yang masuk dalam lingkup kebijakan II adalah mereka yang belum melaporkan harta perolehan 2015-2020 dalam SPT 2020.
Untuk kebijakan l tarif yang ditetapkan bagi peserta program pengungkapan pajak sukarela adalah 11 persen untuk harta di luar negeri, 8 persen harta luar negeri dan harta deklarasi di dalam negeri, serta 6 persen untuk harta luar negeri dan deklarasi dalam negeri yang ditempatkan pada instrumen SBN atau diinvestasikan untuk hilirisasi sumber daya alam atau energi baru terbarukan.
Sedangkan pada lingkup kebijakan lI, tarif yang ditetapkan bagi peserta adalah 18 persen untuk deklarasi harta dalam negeri, 14 persen harta luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri, serta 12 persen jika harta luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri diinvestasikan dalam SBN atau diinvestasikan untuk hilirisasi sumber daya alam atau energi baru terbarukan.
Untuk wajib pajak yang masuk dalam ruang lingkup kebijakan II, harus memenuhi sejumlah syarat untuk dapat mengikuti program pengungkapan sukarela.
Pertama, tidak sedang diperiksa atau dilakukan pemeriksaan bukti permulaan untuk tahun pajak 2016, 2017, 2018, 2019, dan 2020. Kedua, tidak sedang dilakukan penyidikan, dalam proses peradilan, atau sedang menjalani tindak pidana di bidang perpajakan.
Adapun tata cara pengungkapan pajak sukarela sebagai berikut:
• Pengungkapan dilakukan dengan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) yang disampaikan secara elektronik melalui laman https://pajak.go.id/pps. SPPH dilengkapi dengan:
- SPPH induk;
- Bukti pembayaran PPh Final;
- Daftar rincian harta bersih;
- Daftar utang;
- Pernyataan repatriasi dan/atau investasi.
Untuk peserta dalam ruang lingkup kebijakan II terdapat tambahan berupa:
- Pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum);
- Surat permohonan pencabutan Banding, Gugatan, Peninjauan Kembali.
• Peserta PPS dapat menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membetulkan SPPH apabila ada perubahan harta bersih atau kesalahan tulis, hitung, atau perubahan tarif.
• Peserta PPS dapat mencabut keikutsertaan dalam PPS dengan mengisi SPPH selanjutnya dengan nilai 0. Peserta PPS yang mencabut SPPH dianggap tidak ikut PPS dan tidak dapat lagi menyampaikan SPPH berikutnya.
Pembayaran
Selanjutnya, cara pembayaran diatur sebagai berikut:
• Pembayaran dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) PPh Final 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) untuk kebijakan I, 427. Untuk kebijakan II, 428. Pembayaran tidak dapat dilakukan dengan Pemindahbukuan (Pbk).
• PPh Final yang harus dibayarkan sebesar tarif dikali nilai harta bersih (harta dikurang utang).
• Untuk kebijakan I, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2015, yaitu:
- Nilai nominal, untuk harta kas atau setara kas.
- Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah/bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor.
- Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak.
- Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk saham dan waran yang diperjualbelikan di PT BEI.
- Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk SBN dan efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan perusahaan.
- Jika tidak ada pedoman, menggunakan hasil penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).
• Untuk kebijakan II, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2020, yaitu:
- Nilai nominal, untuk kas atau setara kas.
- Harga perolehan, untuk selain kas atau setara kas.
- Jika tidak diketahui, menggunakan nilai wajar per 31 Desember 2020 dari harta sejenis atau setara berdasarkan penilaian WP.