Tax Ratio Rendah, Kemenkeu Minta Pemerintah Daerah Genjot Retribusi

Rasio pajak dan retribusi daerah ke PDBR masih rendah.

Tax Ratio Rendah, Kemenkeu Minta Pemerintah Daerah Genjot Retribusi
Shutterstock/Haryanta.p
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Direktur Kapasitas dan Pelaksanaan Dana Transfer Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bhimantara Widyajala mengatakan Penerimaan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) masih perlu ditingkatkan untuk mengerek rasio perpajakan (tax ratio) dalam negeri.

Meski tren peningkatan, menurutnya, nilai PDRD masih bisa terus dioptimalisasi sebab jika dibandingkan Produk Domestik Bruto Regional (PDBR), rata-rata jumlahnya masih terbilang kecil.

Bhima memaparkan, sejak 2016 hingga 2019 PDRD terus meningkat dari Rp164,03 triliun menjadi Rp218,71 triliun. Kemudian, karena pandemi Covid-19, pada 2020 PDRD menurun menjadi Rp187,55 triliun sebelum naik lagi menjadi Rp201,72 triliun di tahun lalu.

Sementara jika disandingkan dengan PDBR cacpaian tersebut rata-rata masih rendah yakni 1,35 persen pada 2016 dan meningkat menjadi 1,42 persen pada 2020.

"Tax ratio itu merepresentasikan potensi pajak daerah dan retribusi daerah belum sepenuhnya optimal, masih ada ruang untuk peningkatan," kata Bhima webinar "Outlook Pajak Daerah Pasca UU HKPD", Rabu (30/3).

Untuk meningkatkan rasio PDRD tersebut, Bhima berpandangan pemerintah daerah harus menyesuaikan setiap aturan agar sejalan dengan peraturan pemerintah pusat. "Tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, tidak bertentangan dengan kepentingan umum, dan sejalan dengan kebijakan fiskal nasional," katanya.

Salah satunya, pajak kendaraan bermotor yang menjadi penyumbang PDRD terbesar yakni 25,97 persen. Selanjutnya, ada Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) menyumbang 17,53 persen, dan Pajak Bumi dan Bangunan 12,22 persen.

Untuk itu, melalui UU HKPD pemerintah menerapkan skema opsen atas pajak terutang dari PKB, dan BBNKB. Opsen PKB dan BBNKB diberikan kepada pemerintah kabupaten dan kota sebagai bagian dari upaya perluasan basis pajak dengan mengganti skema bagi hasil.

Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti memastikan opsen atau tambahan pungutan atas PKB dan BBNKB yang tercantum dalam UU HKPD tidak akan menambah beban wajib pajak.

"Opsen, suatu tambahan pungutan, tapi penerapannya kita perhatikan dinamika dan jaga stabilitas. Jadi tarifnya kita turunkan, baru kita tambah opsen, jadi beban wajib pajak tetap," tuturnya.

Menurutnya, opsen hanya terkait pengelolaan PKB dan BBNKB di pemerintah daerah yakni pemerintah provinsi maupun kota atau kabupaten. “Ini harus kita amankan dari segi, jangan sampai beban tambahan bagi masyarakat luas," imbuhnya.

Prima pun meminta pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota, memperbaiki kordinasi agar penyaluran bagi hasil opsen PKB dan BBNKB dapat dilakukan dengan lebih cepat.

"Opsen pemda dapat bagi hasil PKB dan BBNKB bisa lebih cepat, sejak awal langsung dibagi. Mohon pemda melakukan koordinasi yang baik antara provinsi dan kabupaten atau kota, sehingga dampak negatif bisa diminimalisir," jelasnya sembari menambahkan bahwa minimnya dampak negatif tersebut dapat membuat pendapatan pemerintah daerah tetap stabil.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Harga Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Hari Ini, 21 November 2024
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Terima Tawaran US$100 Juta Apple, Kemenperin Tetap Tagih Rp300 Miliar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 21 November 2024
Tolak Wacana PPN 12 Persen, Indef Usulkan Alternatif yang Lebih Adil
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024