Jakarta, FORTUNE - Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan dan Pembagunan Nasional Suharso Monoarfa mengatakan, tingkat ketercapaian ekonomi sirkular oleh pemerintah dan pelaku usaha di Indonesia masih rendah. Untuk itu, pemerintah terus mendorong penerapan 9R (Refuse, Rethink, Reduce, Reuse, Repair, Refurbish, Remanufacture, Repurpose, dan Recycle) yang mencakup intervensi di seluruh rantai nilai (value chain).
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan Bappenas di lima sektor prioritas—yaitu pangan, elektronik, kemasan plastik, konstruksi, dan tekstil—, tingkat input material sirkuler baru di angka 9 persen, sedangkan tingkat daya tahan produk 4 persen, dan tingkat daur ulang 5 persen.
"Capaian tersebut sangat rendah jika dibandingkan negara-negara lain. Diperlukan penguatan, perencanaan dan strategi untuk unlocking berbagai manfaat yang telah dipetakan dengan mengacu pada frame work 9R tadi," ujarnya dalam pembukaan Green Economy Expo 2024, Rabu (3/7).
Suharso juga menuturkan Kementerian PPN/Bappenas telah meluncurkan Peta Jalan & Rencana Aksi Nasional Ekonomi Sirkular Indonesia 2025-2045 serta Peta Jalan Pengelolaan Susut dan Sisa Pangan Dalam Mendukung Pencapaian Ketahanan Pangan Menuju Indonesia Emas 2045.
“Melalui kerja sama dengan berbagai pihak, telah tersusun peta jalan dan rencana aksi ekonomi sirkuler, serta peta jalan penurunan susut dan sisa pangan yang diluncurkan pada hari ini,” tuturnya.
Indonesia sendiri telah berkomitmen untuk mengatasi perubahan iklim dengan menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Adapun penurunan intensitas emisi gas rumah kaca (GRK) menuju emisi net zero (net zero emission) dilakukan salah satunya melalui ekonomi hijau yang berlandaskan pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim.
Manfaat ekonomi sirkular
Penerapan ekonomi sirkular juga akan memberikan manfaat seperti peningkatan produk domestik bruto (PDB) hingga Rp638 triliun pada 2030, penciptaan 4,4 juta lapangan kerja hijau dengan 75 persen merupakan tenaga kerja perempuan hingga 2030, hingga kontribusi pada penurunan emisi GRK sebesar 126 juta ton karbondioksida.
Pada sektor pangan, pengendalian susut dan sisa pangan menjadi salah satu strategi intervensi prioritas yang dapat menekan jumlah timbulan sampah sebesar 18-52 persen dibandingkan business as usual pada 2030, mencegah risiko kehilangan ekonomi sekitar Rp231 triliun-Rp551 triliun per tahun.
Pemanfaatan sisa pangan yang masih layak konsumsi juga disebut dapat memenuhi kebutuhan energi sebanyak 62 persen dari total penduduk yang kekurangan energi, dan berkontribusi menurunkan emisi 1.702,0 metric ton carbon dioxide equivalent atau 7,3 persen dari total emisi GRK pada 2019.
“Berbagai temuan di atas didasarkan pada beberapa studi yang disusun Bappenas dengan berkolaborasi bersama banyak pihak sejak tahun 2020, yaitu studi manfaat ekonomi sosial dan lingkungan ekonomi sirkular di Indonesia (tahun 2020), kajian food loss and waste (tahun 2021), dan buku inisiatif ekonomi sirkular (tahun 2022), dan studi pendukung lainnya,” ungkap Suharso.
Dalam kesempatan tersebut, pihaknya mengapresiasi atas kontribusi berbagai pihak atas penyusunan kedua dokumen itu. Mulai dari Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perindustrian, Badan Pangan Nasional, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, kementerian teknis lainnya, pemerintah daerah, pelaku usaha, asosiasi, dan mitra pembangunan.
“Selama penyusunan kedua dokumen ini, kami berharap kedua dokumen ini dijadikan acuan oleh seluruh pemangku kepentingan. Kami juga berharap agar Green Economy Expo 2024 menjadi melting point inovasi hijau, dimana gagasan, solusi-solusi muncul, dan dibahas,” ujar Suharso.