Perekonomian Cina Masih Dibayangi Kebijakan AS

Kebijakan tarif AS bisa berdampak pada perekonomian Cina

Perekonomian Cina Masih Dibayangi Kebijakan AS
Ilustrasi: perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina. (Dok.123RF)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • Ekonomi Cina diproyeksikan tumbuh 5 persen pada kuartal keempat tahun ini berkat kebijakan pemerintah, meskipun dampak tarif AS masih mengancam pemulihan ekonomi.
  • PDB Cina diperkirakan tumbuh 4,9 persen sepanjang 2024, mendekati target pertumbuhan 5 persen. Kebijakan stabilisasi pemerintah dianggap efektif oleh Kepala Ekonom Cina di Macquarie.
  • Pertumbuhan triwulanan ekonomi Cina diperkirakan mencapai 1,6 persen pada kuartal keempat, menunjukkan hasil positif dari kebijakan yang diterapkan.

Jakarta, FORTUNE - Ekonomi Cina diproyeksikan akan menunjukkan peningkatan signifikan pada kuartal keempat tahun ini, berkat serangkaian kebijakan pemerintah yang difokuskan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi pada 2024. Namun, optimisme ini masih dibayangi dampak kebijakan tarif baru Amerika Serikat (AS), yang berpotensi memperlambat proses pemulihan ekonomi Cina secara lebih luas.

Pada Oktober hingga Desember 2024, produk domestik bruto (PDB) Cina diperkirakan tumbuh 5 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Angka ini menunjukkan peningkatan dari pertumbuhan sebesar 4,6 persen yang tercatat pada kuartal ketiga.

Dengan demikian, laju pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2024 diprediksi mencapai 4,9 persen, hanya sedikit di bawah target pertumbuhan tahunan sebesar 5 persen. Sebagai perbandingan, Perekonomian Cina pada 2023 tumbuh sebesar 5,2 persen.

Larry Hu, Kepala Ekonom Cina di Macquarie, menyatakan bahwa kebijakan yang diluncurkan pada September tahun lalu bertujuan untuk menjaga stabilitas target pertumbuhan. Menurutnya, pemerintah Cina sangat jarang gagal mencapai target ekonomi yang ditetapkan.

"Berkat hal ini, pertumbuhan PDB pada kuartal keempat dapat bangkit kembali di atas 5 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), sehingga pertumbuhan PDB setahun penuh dapat mencapai target sekitar 5 persen," kata Hu, dikutip dari Reuters pada Jumat (17/1).

"Jika target PDB 2025 ditetapkan sekitar 5 persen lagi, seberapa banyak pembuat kebijakan akan menstimulasi jalur yang lemah (konsumsi atau properti) akan bergantung pada dampak tarif jalur yang kuat (ekspor maupun manufaktur)," tambahnya.

Secara triwulanan, ekonomi Cina diperkirakan akan mencatat pertumbuhan sebesar 1,6 persen pada kuartal keempat, meningkat dibandingkan pertumbuhan sebesar 0,9 persen pada periode Juli-September 2024. Peningkatan ini menunjukkan bahwa kebijakan yang diterapkan mulai membuahkan hasil meskipun tantangan global tetap ada.

Langkah Pemerintah untuk Mendongkrak Ekonomi

Sejak September 2024, pemerintah Cina telah memperkenalkan berbagai langkah kebijakan untuk mendorong pemulihan ekonomi. Kebijakan tersebut mencakup pemangkasan suku bunga, injeksi likuiditas, serta berbagai upaya lain untuk mengatasi utang tersembunyi yang dialami oleh pemerintah daerah.

Selain itu, pemerintah memperluas program tukar tambah untuk barang-barang konsumen seperti peralatan rumah tangga dan mobil, yang bertujuan untuk mendorong peningkatan penjualan ritel.

Namun, berbagai upaya ini masih menghadapi tantangan besar, salah satunya adalah kebijakan tarif baru yang diterapkan oleh Amerika Serikat. Tarif ini berpotensi memperburuk situasi perdagangan, yang selama ini menjadi salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi Cina.
 

Tantangan Ekonomi: Tarif Baru dari AS

Sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, Cina menghadapi berbagai hambatan dalam upayanya untuk kembali bangkit setelah pandemi Covid-19.

Pandemi meninggalkan berbagai permasalahan serius, termasuk krisis di sektor properti, peningkatan utang lokal, dan lemahnya permintaan konsumen domestik. Semua ini menjadi faktor yang membebani aktivitas ekonomi negara tersebut.

Ekspor, yang sebelumnya menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi Cina, kini menghadapi ancaman baru dari kebijakan Presiden AS terpilih Donald Trump.

Trump telah mengusulkan pemberlakuan tarif tinggi untuk barang-barang yang diimpor dari Cina, yang berpotensi mengurangi daya saing produk-produk Cina di pasar internasional. Trump akan kembali menjabat sebagai Presiden minggu depan, dan kebijakan ini diperkirakan akan mulai berlaku tidak lama setelah ia resmi dilantik.

Pada tahun lalu, ekspor Cina sempat mencatat rekor surplus perdagangan sebesar US$992 miliar, yang sebagian besar didukung oleh kuatnya permintaan global. Namun, di tengah keberhasilan tersebut, mata uang yuan justru mengalami pelemahan.

Faktor-faktor seperti dominasi dolar AS, penurunan imbal hasil obligasi Cina, serta ancaman tarif perdagangan yang lebih tinggi, telah mendorong nilai yuan ke level terendah dalam 16 bulan terakhir.

Langkah-Langkah Strategis untuk Mendukung Pertumbuhan

Dalam pertemuan yang digelar pada Desember 2024, para pemimpin Cina berkomitmen untuk meningkatkan defisit anggaran, menerbitkan lebih banyak obligasi, dan melonggarkan kebijakan moneter guna mendorong pertumbuhan ekonomi pada 2025.

Target pertumbuhan sebesar 5 persen untuk tahun ini tetap dipertahankan, didukung oleh defisit anggaran yang mencapai rasio tertinggi sebesar 4 persen dari PDB, serta penerbitan obligasi pemerintah khusus senilai US$409,2 miliar atau sekitar 3 triliun yuan.

Namun, untuk mencapai target ini, pemerintah harus menghadapi tantangan yang semakin besar, termasuk perlambatan ekonomi domestik dan hambatan eksternal yang terus meningkat. Pertumbuhan ekonomi Cina diperkirakan akan melambat menjadi 4,5 persen pada 2025 dan terus menurun hingga mencapai 4,2 persen pada 2026.

Rencana dan target pertumbuhan ekonomi tersebut diharapkan akan diungkap lebih rinci dalam pertemuan parlemen tahunan yang dijadwalkan berlangsung pada Maret 2025. Bank Sentral Cina juga diperkirakan akan menerapkan kebijakan moneter yang lebih agresif, menjadikannya sebagai langkah paling drastis dalam satu dekade terakhir. Meski demikian, pendekatan ini memiliki risiko tersendiri, yaitu menguras kapasitas fiskal dan moneter lebih cepat dari yang diantisipasi.
 

Tren Konsumsi dan Produksi

Data terbaru mengenai aktivitas ekonomi pada Desember 2024, yang akan dirilis bersamaan dengan data PDB, diperkirakan akan menunjukkan adanya peningkatan konsumsi masyarakat. Sementara itu, pertumbuhan produksi industri diprediksi tetap stabil.

Penjualan ritel, yang menjadi indikator utama dari tingkat konsumsi domestik, diperkirakan tumbuh sebesar 3,5 persen pada Desember 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan sebesar 3,0 persen pada November. Sementara itu, produksi pabrik diproyeksikan mencatat pertumbuhan tahunan sebesar 5,4 persen, angka yang konsisten dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya.
 

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

Emas Menguat Setelah Data Inflasi AS Lebih Rendah Dari Ekspektasi
TikTok Diblokir Mulai 19 Januari 2025, Pengguna AS Beralih
WTO Buktikan Uni Eropa Diskriminasi Minyak Sawit Indonesia
Daftar 10 Saham Blue Chip 2025 Terbaru
Openspace Himpun Dana US$165 Juta, Siap Perluas Investasi Startup
Suspensi Saham RATU Resmi Dicabut, Jadi Top Gainers