Jakarta, FORTUNE – Perbaikan kinerja pada industri manufaktur Indonesia pada Juli menyiratkan situasi positif pada perekonomian dalam negeri. Kebijakan pemerintah turut menjadi katalis dalam mendorong aktivitas pabrik manufaktur.
Menurut data terkini dari dari S&P Global, Purchasing Managers’s Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli mencapai 51,3 dibandingkan dengan 50,2 pada Juni. Angka PMI di atas 50 mengindikasikan geliat pada pabrik manufaktur, sedangkan di bawah 50 mengindikasikan pelemahan aktivitas.
Laporan S&P Global menggarisbawahi kondisi operasional seluruh sektor manufaktur Indonesia yang membaik dalam laju yang lebih kuat selama tiga bulan pada Juli 2022. Peningkatan PMI manufaktur Indonesia didukung oleh kenaikan permintaan domestik. Di lain sisi, tekanan inflasi cenderung menurun dan kenaikan biaya input dan output terjadi lebih rendah.
“Kenaikan bisnis baru mendorong perusahaan untuk menambah jumlah tenaga kerja mereka, karena kecepatan penciptaan lapangan kerja baru naik tajam,” kata Siân Jones, ekonom senior di S&P Global Market Intelligence, dalam rilis resmi, Senin (1/8).
Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resminya (2/8), angka PMI Indonesia cenderung lebih tinggi ketimbang sejumlah negara Asia seperti Malaysia (50,6), Vietnam (51,2), Filipina (50,8), Korea Selatan (49,8), Taiwan (44,6), dan Cina (50,4).
Permintaan domestik
Agus mengatakan kenaikan PMI manufaktur Indonesia turut ditopang oleh peningkatan permintaan dalam negeri seperti konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, dan belanja antarsektor.
Pesanan domestik, misalnya, meningkat beriring momen tahun ajaran baru pada Juli. Sebelum ini, musim libur diyakini ikut mendongkrak industri pariwisata sehingga meningkatkan produk manufaktur seperti minuman. “Kemudian, juga terdapat permintaan yang berasal dari sesama industri, seperti untuk produk baja dan alat berat untuk kebutuhan pertambangan,” katanya.
Peningkatan belanja pemerintah, yang didorong oleh program Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), turut menunjukkan peningkatan terbesar, terutama di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) dan mesin peralatan elektronik.
Program P3DN merupakan arahan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan belanja produk dalam negeri dan produk UMKM. Kebijakan ini merupakan salah satu langkah strategis untuk memperkuat industri dalam negeri, sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap impor.
Melalui program tersebut, kementerian/lembaga, BUMN, BUMD, juga swasta didorong untuk berkomitmen menggunakan produk dalam negeri dalam belanja barang dan modalnya. Pemerintah menargetkan Rp400 triliun dari total belanja pemerintah pusat dan daerah dapat diserap oleh produk dalam negeri dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).