Jakarta, FORTUNE - Peraturan Pemerintah (PP) No.47/2024 tentang penghapusan piutang macet kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dinilai tak tepat sasaran untuk mendorong perekonomian masyarakat bawah dengan profesi Petani, Nelayan hingga peternak.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Fahmi Wibawa pada sesi diskusi di radio swasta nasional (6/11). Ia menyebut, kebijakan ini hanya bisa dimanfaatkan oleh pemilik lahan pertanian atau pemodal dari sebuah peternakan dan tidak menyentuh ekonomi bawah seperti petani dan nelayan. Apalagi, jumlah petani informal atau buruh tani di daerah masih besar.
“Coba lihat langsung lapangannya, di lapangan itu petani kita itu petani buruh. Nelayan kita itu nelayan buruh yang semuanya ada pemodalnya. Sehingga kalau yang diberikan (keringanan) itu adalah hutangnya untuk para pemodal tadi, bukan pada nelayannya,” kata Fahmi.
Pemerintah harus tingkatkan daya beli petani & nelayan
Bila melansir dari hasil Sensus Pertanian 2023 (ST 2023) Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan bahwa jumlah petani di Indonesia sebanyak 29,36 juta unit pertanian. Jumlah ini turun 7,42 persen jika dibandingkan hasil ST 2013 yang mencapai 31,72 juta unit usaha.
Dari jumlah itu, petani dengan status informal atau buruh dan tidak tidak memiliki lahan sendiri mencapai 88,42 persen. Proporsi ini semakin menguatkan posisi petani di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir dengan jumlah petani informal tertinggi.
Untuk itu, dirinya menyarankan agar Pemerintah memperhatikan daya beli petani dan nelayan hingga bantuan langsung hingga bantuan usaha. Selain itu, Pemerintah juga harus mengawasi setiap pergerakan harga bahan pokok, panen hasil tani, inflasi hingga rantai pasok pertanian.
“Karena UMKM dan petani itu tidak semuanya masalahnya selalu dengan pembiayaan. Pemerintah harus memperhatikan faktor produksi itu bisa terbebas dari distorsi itu juga membantu,” kata Fahmi.
Hapus utang tak cukup, Asosiasi UMKM harap stimulus lebih
Sementara itu, Sekjen Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero mengaku bersyukur bilamana Pemerintah memperhatikan nasib bisnis usaha kecil dengan menghapuskan sebagian utangnya. Namun demikian, Edy menilai kebijakan itu tak cukup untuk mendongkrak bisnis kecil di tengah serbuan barang-barang asing
”Saya kira kalau kondisi itu lebih bagus tetap diHapus Utang tetapi diberikan solusi yang lain misalnya bunganya diringankan, dan waktunya menjadi lebih panjang cicilan utang pokoknya jadi lebih bagus lagi. Itu seperti yang dilakukan di negara lain,” kata Edy.
Seperti diketahui sebelumnya, Menteri UMKM Maman Abdurrahman mengungkap kriteria penerima penghapusan utang dari PP 47/2024 adalah badan usaha dengan maksimal rentang utang macetnya mencapai Rp500 juta, dan perorangan hingga Rp300 juta. Setidaknya, kata Maman, kurang lebih ada 1 jutaan pelaku UMKM yang akan dihapuskan kredit macetnya. Bahkan, estimasi nilai kredit macet yang akan dihapuskan mencapai Rp10 triliun.