Jakarta, FORTUNE – Pemerintah tengah merancang regulasi mengenai insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk sektor perumahan.
Dengan aturan tersebut, masyarakat yang membeli rumah dengan harga di bawah Rp2 miliar akan mendapatan diskon PPN sebesar 100 persen.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan insentif tersebut berlaku untuk satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau satu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan pembelian satu rumah.
"PPN DTP 100 persen ini untuk pembelian rumah yang harganya sampai Rp2 miliar, PPN 11 persen-nya akan ditanggung oleh pemerintah," kata Sri Mulyani dalam konferensi video Hasil Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang dikutip di Jakarta, Senin (6/11).
Insentif diskon PPN rumah hanya berlangsung 14 bulan
Perempuan yang juga menjabat ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) itu juga menyatakan kebijakan hanya berlangsung selama 14 bulan antara November 2023 hingga Desember 2024.
Namun demikian, untuk periode Juli 2024 hingga Desember 2024, diskon PPN pembelian rumah hanya berlaku 50 persen.
Saat ini, pihaknya sedang memfinalisasi aturan tersebut dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk dapat segera diluncurkan pada November 2023. Dia berharap insentif ini dapat menjadi angin segar bagi industri properti dan mendongkrak momentum pertumbuhan ekonomi nasional.
Meski hanya berlangsung 14 bulan, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Wahyu Utomo, menyatakan optimistis kebijakan tersebut akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2023 dan menopang perekonomian Indonesia secara tahunan pada 2023.
“Kontribusi sektor properti sebesar 14 hingga 16 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Sektor ini juga menghasilkan penyerapan tenaga kerja hingga 13 juta tenaga kerja,” kata Wahyu.
Sektor properti juga dapat mendongkrak penerimaan pajak dan pendapatan asli daerah. Wahyu berharap, kebijakan ini dapat membantu program pemilikan rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Indonesia.