Jakarta,FORTUNE - Direktorat Jenderal Bea Cukai, Kementerian Keuangan mengaku tengah membahas rencana penyesuaian tarif cukai bagi minuman mengandung etil alkohol (MMEA) untuk golongan B dan C.
Direktur Kepabeanan Antar Lembaga dan Internasional Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Syarif Hidayat bahkan menyatakan, saat ini pembahasan penyesuaian tarif tersebut sedang dilakukan di Kemenkeu.
Seperti diketahui, MMEA Golongan A ialah minuman yang berkadar alkohol sampai dengan 5 persen. Selanjutnya, MMEA Golongan B minuman dengan kadar alkohol 5 persen sampai 20 persen. Serta MMEA Golongan C adalah minuman dengan kadar alkohol di atas 20 persen.
"Penyesuaian tarif cukai untuk MMEA golongan B dan C menjadi salah satu agenda pembahasan rumusan kebijakan cukai MMEA yang saat ini sedang dibahas oleh Kemenkeu," ungkap Syarif Hidayat melalui keterangan resminya (30/11).
Penyesuaian cukai miras terakhir dilakukan pada 2019
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Pande Putu Oka.
Dirinya menjelaskan, kebijakan terkait tarif cukai untuk MMEA masih dalam proses pembahasan dengan stakeholders terkait. "Pemerintah akan segera mengumumkannya,” tambah Oka.
Syarif menambahkan, penyesuaian tarif cukai MMEA terakhir terjadi di tahun 2019 terhadap golongan A, baik dalam negeri maupun impor. Hal tersebut sesuI dengan aturan PMK No. 158/PMK.011/2018. Setelah itu, belum ada lagi penyesuaian terhadap tarif cukai MMEA.
Realisasi penerimaan kepabeanan cukai sentuh Rp205,78 triliun
Syarif memperkirakan penerimaan negara di bidang cukai pada akhir 2021 dapat memenuhi target yang diamanatkan pada 2021.
Kementerian Keuangan mencatat, penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp205,7 triliun atau telah mencapai 95,7 persen dari target APBN 2021. "Kinerja itu dipengaruhi oleh kebijakan di bidang cukai (penyesuaian tarif) dan efektifitas pengawasan melalui program gempur rokok ilegal," imbuhnya.
Menurutnya, untuk melakukan optimalisasi penerimaan negara melalui cukai, pemerintah juga telah memiliki Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam UU ini, nantinya bisa mengatur supaya proses persetujuan ekstensifikasi cukai bisa menjadi lebih sederhana, dengan cukup disampaikan ke DPR dan dibahas serta disetujui dalam RUU APBN.
"Hal tersebut membuat proses peningkatan penerimaan negara melalui ekstensifikasi akan lebih cepat karena menggabungkan 2 (dua) proses yang sebelumnya terpisah menjadi satu momen yang bersamaan," kata Syarif.
Defisit anggaran capai Rp548,9 triliun
Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran sampai dengan akhir Oktober 2021 mencapai Rp548,9 triliun atau sekitar 3,29 persen dari PDB. Nilai ini masih 54,5 persen dari pagu APBN 2021.
Sementara itu realisasi Pembiayaan Anggaran hingga akhir Oktober 2021 ini sudah mencapai Rp608,3 triliun atau sebesar 60,4 persen terhadap pagu APBN 2021. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, pembiayaan masih berjalan on-track didukung kondisi pasar yang kondusif dan kerja sama solid antar otoritas.
Di mana realisasi Pembiayaan sampai akhir Oktober 2021 ini masih didominasi oleh Pembiayaan Utang sebesar Rp645,8 triliun yang terdiri atas realisasi Surat Berharga Negara (Neto) sebesar Rp668,7 triliun dan Pinjaman (Neto) sebesar negatif Rp22,9 triliun.