Jakarta, FORTUNE - Pembagian harta warisan kadang menimbulkan konflik di keluarga. Karena itu, terdapat landasan hukum yang mengaturnya agar tak menjadi masalah di kemudian hari.
Di Indonesia, ada tiga jenis hukum waris yang digunakan dalam pembagian warisan, yakni hukum waris Islam, hukum waris adat, dan hukum perdata atau KUH Perdata. Pembagian harta waris menurut hukum perdata atau KUH Perdata merupakan cara pembagian waris yang umumnya dilakukan oleh mereka yang bukan beragama Islam.
Meskipun aturan dan perhitungannya cukup rumit. Namun, kamu perlu mengetahuinya agar saat terjadi pembagian warisan, dapat mencapai mufakat dan tidak adanya perselisihan dan omongan di belakang. Lalu, sesungguhnya apa yang dimaksud warisan dan bagaimana hukum di Indonesia mengaturnya? Simak ulasan selengkapnya di bawah ini, ya!
Pengertian harta warisan
Secara bahasa, warisan berasal dari kata mawaris yang merupakan bentuk jamak dari miras dan dimaknai sebagai maurus. Kata tersebut berarti harta pusaka peninggalan orang yang meninggal dan diwariskan kepada para keluarga sebagai ahli warisnya.
Orang yang meninggalkan harta pusaka teresebut disebut muwaris, sedangkan orang yang menerima warisan disebut waris. Sementara ilmu yang membahas tentang tata cara pembagian harta warisan disebut dengan ilmu faraid atau ilmu waris. Kata faraid, jamak dari kata faridah artinya “bagian tertentu.” Jadi ilmu faraid adalah ilmu yang membahas bagian-bagian tertentu dalam pembagian harta warisan.
Sedangkan menurut Kitab Undang Undang Hukum (KUH) Perdata menyebutkan, harta warisan (halatenschap), yaitu ujud kekayaan yang ditinggalkan dan sekali beralih kepada ahli waris itu; menimbulkan persoalan bagaimana dan sampai di mana ujud kekayaan yang beralih itu, dipengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan, di mana si peninggal warisan dan ahli waris bersama-sama berada.
Ragam hukum warisan
Hukum waris diartikan sebagai hukum yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan seseorang setelah pewaris meninggal dunia, dan cara-cara berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain atau ahli waris. Di Indonesia sendiri, belum ada hukum waris yang berlaku secara nasional.
Namun, di Indonesia terdapat tiga hukum waris, yaitu hukum waris adat, hukum waris Islam, dan hukum waris perdata. Masing-masing hukum waris itu memiliki aturan yang berbeda-beda. Adapun berikut penjelasannya sebagai berikut.
1. Hukum Waris Adat
Hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengatur penerusan dan peralihan dari abad ke abad baik harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi pada generasi berikut. Hukum adat itu sendiri bentuknya tak tertulis, hanya berupa norma dan adat-istiadat yang harus dipatuhi masyarakat tertentu dalam suatu daerah dan hanya berlaku di daerah tersebut dengan sanksi-sanksi tertentu bagi yang melanggarnya. Oleh karena itu, hukum waris adat banyak dipengaruhi oleh struktur kemasyarakatan atau kekerabatan.
2. Hukum Waris Islam
Hukum waris Islam berlaku bagi masyarakat Indonesia yang beragama Islam dan diatur dalam Pasal 171-214 Kompilasi Hukum Indonesia, yaitu materi hukum Islam yang ditulis dalam 229 pasal. Dalam hukum waris Islam menganut prinsip kewarisan individual bilateral, bukan kolektif maupun mayorat. Dengan demikian pewaris bisa berasal dari pihak bapak atau ibu.
Menurut hukum waris Islam ada tiga syarat agar pewarisan dinyatakan ada sehingga dapat memberi hak kepada seseorang atau ahli waris untuk menerima warisan. Ketiga syarat tersebut adalah, orang yang mewariskan (pewaris) telah meninggal dunia dan dapat dibuktikan secara hukum ia telah meninggal. Kemudian orang yang mewarisi (ahli waris) masih hidup pada saat orang yang mewariskan meninggal dunia, dan orang yang mewariskan dan mewarisi memiliki hubungan keturunan atau kekerabatan, baik pertalian garis lurus ke atas seperti ayah atau kakek dan pertalian lurus ke bawah seperti anak, cucu, dan paman.
3. Hukum Waris Perdata
Hukum waris perdata atau yang sering disebut hukum waris barat berlaku untuk masyarakat nonmuslim, termasuk warga negara Indonesia keturunan, baik Tionghoa maupun Eropa yang ketentuannya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP). Hukum waris perdata menganut sistem individual yang setiap ahli waris mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing.
Dalam hukum waris perdata ada dua cara untuk mewariskan, yaitu mewariskan berdasarkan undang-undang atau mewariskan tanpa surat wasiat yang disebut sebagai Ab-instentato, sedangkan ahli warisnya disebut Ab-instaat. Kemudian mewariskan berdasarkan surat wasiat, yaitu berupa pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia yang oleh si pembuatnya dapat diubah atau dicabut kembali selama ia masih hidup sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 992.
Itulah informasi mengenai hukum waris, semoga bermanfaat.