Jakarta, FORTUNE – Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan II-2023 tercatat sebesar US$396,3 miliar atau sekitar Rp6.078 triliun, nilai tersebut turun bila dibandingkan dengan posisi ULN akhir triwulan I-2023 sebesar US$403,2 miliar atau sekitar Rp6.184 triliun.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono menjelaskan, ULN Indonesia secara tahunan mengalami kontraksi 1,4 persen (yoy), melanjutkan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 1,9 persen (yoy).
“Kontraksi pertumbuhan ULN ini terutama bersumber dari penurunan ULN sektor swasta,” kata Erwin melalui keterangan resmi di Jakarta, Selasa (15/8).
Utang swasta turun 5,6% secara tahunan
Lebih rinci lagi, ULN swasta pada akhir triwulan II-2023 tercatat sebesar US$194,4 miliar, turun dibandingkan dengan posisi pada triwulan sebelumnya sebesar US$199,7 miliar dolar AS. Secara tahunan, ULN swasta juga mengalami kontraksi 5,6 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi pada triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 3,0 persen (yoy).
Erwin menjelaskan, perkembangan tersebut dikontribusikan oleh makin dalamnya kontraksi ULN lembaga keuangan dan perusahaan bukan lembaga keuangan masing-masing sebesar 7,4 persen (yoy) dan 5,1 persen (yoy).
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor industri pengolahan; jasa keuangan dan asuransi; pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin; serta pertambangan dan penggalian, dengan pangsa mencapai 78,2 persen dari total ULN swasta. Di sisi lain, ULN swasta juga tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 75,4 persen terhadap total ULN swasta.
Utang pemerintah naik 2,8% secara tahunan
Sementara itu, dari posisi ULN RI tersebut, utang pemerintah pada akhir triwulan II-2023 tercatat sebesar US$192,5 miliar, turun dibandingkan dengan posisi kuartal sebelumnya sebesar US$194,0 miliar. Namun demikian, secara tahunan ULN Pemerintah masih tumbuh 2,8 persen (yoy).
“Penurunan posisi ULN Pemerintah secara triwulanan disebabkan oleh pembayaran neto pinjaman luar negeri dan global bond yang jatuh tempo,” kata Erwin.
Sementara itu, penempatan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik masih meningkat seiring dengan sentimen positif pelaku pasar global yang tetap terjaga. Erwin menambahkan, sebagai salah satu komponen dalam instrumen pembiayaan APBN, pemanfaatan ULN pemerintah terus diarahkan untuk mendukung upaya Pemerintah dalam pembiayaan sektor produktif dan belanja prioritas, khususnya dalam rangka menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap solid di tengah ketidakpastian perekonomian global.
Penggunaan atau dukungan ULN tersebut mencakup antara lain sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 24,1 persen dari total ULN pemerintah; administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib sebesar 18,0 persen. Selain itu, ULN juga digunakan untuk jasa pendidikan sebesar 16,8 persen; konstruksi sebesar 14,2 persen; serta jasa keuangan dan asuransi sebesar 10,1 persen.
“Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,8 persen dari total ULN pemerintah,” pungkas Erwin.