Jakarta, FORTUNE - Angka penipuan online kian meningkat seiring intensitas belanja online lewat e-commerce dan media sosial belakangan ini. Para penipu tak jarang berpura-pura mengaku sebagai penjual di toko online, marketplace, pembeli, kurir, bahkan petugas Bea dan Cukai dalam menjalankan aksinya.
Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan, ada 115.756 kasus aduan penipuan terkait e-commerce dan jualan online di media sosial sepanjang tahun 2021. Sementara itu, data Bea Cukai Indonesia menunjukkan, dari 714 pengaduan per Mei 2022 yang diterima, sebanyak 393 kasus penipuan menggunakan modus online shop.
Adapun modus penipuan online terbaru yang mengintai saat ini adalah phishing, pharming, sniffing, money mule, dan social engineering. Namun, kamu tak boleh lengah dan harus tetap waspada saat transaksi online dan menjaga keamanan akun-akun digitalmu.
5 ciri-ciri modus penipuan toko online
Lalu, modus apa saja yang sering digunakan pelaku penipuan online?
1. Toko Online Palsu.
Biasanya, penipu yang berkedok penjual online palsu di marketplace dan media sosial menjual barang dengan harga di bawah pasaran. Dengan begitu, calon pembeli langsung tertarik bertransaksi.
2. Mengaku sebagai Petugas Ekspedisi/Bea Cukai.
Sedangkan untuk pembelanjaan antarnegara, penipu tak jarang mengaku sebagai petugas ekspedisi ataupun pihak Bea Cukai yang meminta biaya tambahan. Permintaan biaya tambahan ini untuk mengeluarkan barang yang ditahan oleh otoritas.
3. Phishing.
Modus lainnya adalah phishing. Modus ini biasanya mengarahkan pembeli untuk masuk ke situs atau halaman belanja palsu. Untuk mencegah terjadinya phishing, pastikan kredibilitas alamat pengirim pesan. Apabila email atau teks dikirim oleh keluarga atau kerabat yang dikenal, segera hubungi dan cek kebenaran kabarnya sebelum memasukkan data apa pun.
4. Minta Data Pribadi, Password, Kode OTP.
Terkadang penipu mengirim chat, email atau link yang mengarahkan korban untuk mengisi data pribadi, password atau kode OTP. Selain itu, penipu memberi iming-imingi korban dengan hadiah tetapi dengan meminta informasi personal yang sensitif," ujar Andi.
5. Bukti Transaksi Palsu.
Modus ini dilakukan penipu dengan berpura-pura menjadi pembeli. Penipu akan mengirim bukti transaksi yang sudah diedit sehingga penjual mengira ada transaksi pembelian.
Cara mencegah penipuan online
Untuk mencegah sejumlah kejadian itu, masyarakat terutama yang kerap melakukan transaksi belanja online dapat menggunakan tips berikut ini.
1. Jangan pakai password dengan data mudah ditebak.
Data yang mudah ditebak biasanya seputar tanggal lahir maupun alamat tempat tinggal. Selain itu, data dan informasi akun harus dijaga ketat dan jangan memberikan kode OTP ke pihak ketiga maupun keluarga.
2. Periksa validitas toko online atau penjual.
Selalu periksa ulang ulasan pembeli sebelumnya dan cek apakah ada beberapa akun yang serupa. Toko online palsu di media sosial terkadang terlihat mempunyai followers tidak aktif yang mencurigakan.
3. Gunakan lebih dari satu akses keamanan.
Ada baiknya Anda menggunakan verifikasi ganda untuk masuk ke dalam akun media sosial maupun akun e-commerce.
4. Lakukan riset soal modus penipuan dan tips keamanan digital.
Anda harus memperbanyak informasi mengenai penipuan secara online dan tips keamanan digital. Selain itu, cek dan ricek kali setiap informasi penjualan maupun pembelian yang diterima.
5. Jangan posting data pribadi ke media sosial.
Data-data kamu bisa dengan mudah di curi oleh penjahat siber. Karena itu, hindari share atau upload foto identitas diri, termasuk foto selfie dengan KTP, SIM, NPWP, Kartu Kredit, Paspor, dan lain sebagainya ke kolom komentar di berbagai platform media sosial, website dan aplikasi yang kamu tidak kenal.
Waspada dengan sosial media, website maupun aplikasi abal-abal yang dibuat sangat mirip dengan akun resminya. Selain itu, hal yang penting sekali dan kamu wajib menjaga data kamu sendiri seperti user ID, Password, kode OTP, Pin ATM, nomor CVV (3 digit angka di bagian kartu kredit dan debit). Semoga informasi ini bermanfaat!