5 Alasan Ekonomi Afghanistan Merugi di Bawah Kuasa Taliban

Ekonomi Afghanistan berada di ambang krisis.

5 Alasan Ekonomi Afghanistan Merugi di Bawah Kuasa Taliban
ANTARA FOTO/REUTERS/Beresford Hodge
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Mantan Gubernur Bank Sentral Afghanistan (DAB) Ajmal Ahmady memperingatkan risiko anjloknya ekonomi negara tersebut setelah kepemimpinannya diambil alih oleh Taliban.

Ia menyebut, Afghanistan berpotensi menghadapi rentetan guncangan ekonomi yang berujung pada pelemahan mata uang, inflasi yang terjadi lebih cepat, dan kontrol modal di bawah kendali Taliban.

Pada akhirnya, fenomena tersebut bakal berdampak pada kenaikan harga konsumen dan harga impor semakin mahal. "Ini akan menyakiti para masyarakat tidak mampu," tulis Ahmady dalam cuitannya di Twitter.

Menurutnya, Afghanistan bisa menghadapi risiko krisis ekonomi karena situasi tersebut. Terlebih, itu semua terjadi di tengah pandemi, kekeringan di kawasan, dan banyaknya masyarakat telantar.

“Ini situasi yang sangat menantang (bagi Afghanistan),” jelas Ahmady, dikutip dari Bloomberg, Senin (23/8).

Apakah hanya sampai di situ? Tidak. Mari simak beberapa ulasan berikut untuk mengetahui gambaran ekonomi Afghanistan saat ini.

1. Amerika Serikat (AS) membekukan aset bank sentral

Belum lama ini, AS membekukan akses ke US$7 miliar aset DAB, yang beberapa di antaranya disimpan di The Fed.

Pekan lalu, Ahmady menyebut, total cadangan DAB melampaui US$9 miliar. Akan tetapi, ia mengatakan, mayoritas cadangan itu tersimpan dalam aset yang aman dan likuid, seperti obligasi Treasury AS dan emas di luar negeri.

Sayangnya, Taliban pun kabarnya tidak akan dapat mengakses aset tersebut karena kelompok mereka termasuk dalam daftar sanksi internasional. Sekalipun bisa, jumlahnya tidak akan banyak, imbuh Ahmady.

Ia menjelaskan, “Kami dapat mengatakan, dana yang dapat diakses oleh Taliban mungkin hanya 0,1-0,2 persen dari total cadangan internasional Afghanistan. Tidak banyak.”

2. Perbankan Afghanistan porak-poranda

Ketika AS bersiap merampungkan penarikan pasukan militer dari Afghanistan, sektor ekonomi dan perbankan Afghanistan turut porak-poranda. Apalagi, hampir tiga perempat dari sekitar 40 juta masyarakatnya tinggal di pedesaan. Padahal, menurut Bank Dunia, mayoritas pemberi pinjaman berlokasi di tiga kota besar.

3. Mata uang Afghanistan ditolak di perdagangan internasional

Perdagangan lintas batas pun menolak mata uang Afghanistan sehingga negara itu bergantung pada dolar AS dan sistem transfer informal bernama hawala.

Hawala adalah proses transfer uang berbasis kepercayaan yang menopang perdagangan internasional di Timur Tengah dan Asia Selatan selama berabad-abad, sebelum perbankan modern masuk ke Afghanistan.

4. IMF batalkan pinjaman ke bank sentral Afghanistan

Tanpa lisensi Departemen Keuangan AS, pemerintah Taliban tidak akan bisa mendapat akses pinjaman ke IMF (Dana Moneter Internasional).

Bahkan, pekan lalu IMF telah membatalkan pinjaman yang awalnya akan Afghanistan terima pada hari ini. “(Itu karena) kurangnya pengakuan komunitas internasional terhadap kepemimpinan di Afghanistan,” ujar Juru Bicara IMF, dikutip dari kantor berita BBC.

Padahal, pinjaman lebih dari US$370 juta itu merupakan respons IMF terhadap krisis ekonomi Afghanistan di tengah konflik. 

5. Afghanistan kehilangan akses ke aset IMF lainnya

Selain kehilangan pinjaman krisis, akses Afghanistan ke aset Special Drawing Rights (SDR) juga telah diblokir. SDR adalah unit pertukaran IMF berdasarkan mata uang sterling, dolar, euro, yen, dan yuan.

Sebelumnya, lewat surat kepada Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, 17 anggota Kongres di pemerintahan Joe Biden menyerukan jaminan, Taliban tidak akan menerima bantuan apa pun yang didukung oleh AS.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Mega Insurance dan MSIG Indonesia Kolaborasi Luncurkan M-Assist
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024
Booming Chip Dorong Pertumbuhan Ekonomi Singapura
Pimpinan G20 Sepakat Kerja Sama Pajaki Kelompok Super Kaya
Dorong Bisnis, Starbucks Jajaki Kemitraan Strategis di Cina