Jakarta, FORTUNE - Perubahan iklim global tak terelakkan. Kontribusi perusahaan ternama dunia pun dipertanyakan. Para pemimpinnya menjadi sasaran keingintahuan mengenai apakah perusahaannya menjalankan proses produksi dan menghasilkan produk yang lebih ramah lingkungan?
Menurut CEO 3M, Mike Roman, dua aspek keberlanjutan yang penting adalah perhitungan dan jalur untuk mencapai tujuan itu. “Apakah itu netral karbon, air, membuang limbah, atau menghilangkan plastik murni, itu semua penting bagi kami untuk ditingkatkan,” ujarnya, dikutip Fortune, Rabu (6/10).
Selain itu, ada empat aspek yang penting untuk menjaga proses dan produksi perusahaan Anda agar tetap mengutamakan keberlanjutan lingkungan. Semua masukan itu berasal dari perusahaan-perusahaan beken seperti Coca-Cola, FedEx, Sony, hingga General Motors.
1. Menjaga Agar Kadar Emisi Tetap Nol
Mempertahankan agar kadar emisi tetap nol merupakan tujuan utama dari dorongan bisnis ramah lingkungan beberapa tahun terakhir. Deretan panelis Global Sustainability Forum Fortune sepakat bahwa untuk mewujudkan itu, setiap orang di sepanjang rantai pasokan memiliki peran masing-masing.
Pemberian insentif kepada mitra agar mengurangi emisi dapat menjadi salah satu jalur ke tujuan akhir itu. Cara lainnya: memperoleh bantuan dari pemerintah.
“Jika kita akan mengubah ekonomi dunia berkaitan dengan nol kadar emisi, kita harus bekerja sama untuk melakukannya,” ujar Kepala Petugas Keberlanjutan FedEx, Mitch Jackson.
Sementara, Sony menyarankan agar pengurangan emisi dimulai dari kantor pusat. Kemudian, strategi itu dapat diadopsi secara bertahap oleh unit bisnis masing-masing, ketika itu telah berpengaruh terhadap laba.
Wakil Presiden Eksekutif Senior Keberlanjutan Sony, Shiro Kambe, mengatakan “ada indikasi yang jelas bahwa pilihan pelanggan bisa begitu dipengaruhi oleh sikap perusahaan terhadap lingkungan.”
2. Paradoks Daur Ulang Plastik
Kepala Dampak Keberlanjutan HP, Ellen Jackowski, mengatakan pihaknya menemukan cara memperoleh plastik daur ulang untuk selongsong tinta—sekaligus mencegahnya dibuang di tempat pembuangan sampah tanpa layanan daur ulang. Sebab, tidak semua pusat pembuangan mendaur ulang sampah, seperti di Haiti.
“Kami sudah menyewa tim pengepul lokal untuk mengambil sampah plastik, lalu dikirim ke mitra pendaur ulang lokal, kemudian kami membelinya untuk digunakan di produk HP,” jelas Jackowski.
Bisnis juga berperan penting mengubah kebiasaan konsumen agar mulai membiasakan diri dengan plastik ramah lingkungan.
Menurut Chief Sustainability Officer Colgate-Palmolive Company, Ann Tracy, “konsumen ingin melakukan hal yang benar, tetapi sulit untuk membayar lebih untuk mewujudkannya. Jadi, itu sesuatu yang kami perjuangkan.”
3. Mengatasi Krisis Air Global
Coca-Cola menggandeng UNDP, WWF, dan Chinese International Development Group untuk mendirikan sistem irigasi tetes bagi para petani tebu Guangxi. Yang unik, sistem itu memanfaatkan air limbah untuk mengairi ladang.
“Air yang berasal dari fasilitas pengolahan gula perlu diolah, setelah itu bisa digunakan. Anda tak perlu keluar dari ekosistem untuk dapat menyirami tanaman itu,” kata Wakil Presiden Kebijakan Global dan Keberlanjutan Coca-Cola, Michael Goltzman.
Peninjauan daerah aliran sungai setempat juga penting, guna memastikan dampak negatif produksi, serta efisiensi penggunaan air dalam prosesnya. Salah satu inovasi produk yang sesuai aspek itu, yakni lahirnya sampo kering dan kondisioner tanpa bilas.
4. Investasi Hijau
Aspek terakhir adalah investasi hijau yang tetap menjaga stabilitas keuangan. “Sangat penting untuk memahami, risiko iklim dan mengungkapkan tentang itu merupakan bagian kritis dari keseimbangan finansial,” ujar CEO Institute for Sustainable Investing sekaligus Chief Sustainability Officer Morgan Stanley, Audrey Choi.
Lembaga keuangan itu telah melakukan penelitian yang membandingkan 11.000 strategi investasi berbeda. Hasilnya, strategi investasi berkelanjutan kurang stabil ketimbang taktik lain.
Akan tetapi, kini bisnis mulai menyadari signifikansi dari strategi investasi hijau sehingga terjadi penurunan risiko. “Orang-orang mulai menyadari mengapa isu lingkungan sebenarnya mendukung keuntungan dan sejalan dengan profitabilitas dan pengurangan risiko,” jelas Choi.