DPR Senggol Bursa Karbon di RDP dengan OJK: Prihatin

Ada sejumlah tantangan pada bursa karbon Indonesia.

DPR Senggol Bursa Karbon di RDP dengan OJK: Prihatin
Ilustrasi perdagangan karbon. (Fortune Indonesia: Bedoel Achmad)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membahas masalah sepinya transaksi Bursa Karbon (IDXCarbon) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Menurut anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Harris Turino, walau sempat ada optimisme terhadap bursa karbon saat awal peluncuran pada 26 September 2023, statistik perdagangannya saat ini disoroti.

"Presiden saat itu bahkan dengan bangganya mengatakan, Jakarta akan menjadi pusat perdagangan karbon dunia. Ternyata, kita tahu ini [IDXCarbon] sudah ulang tahun, tapi angkanya masih memprihatinkan," kata Harris, dikutip Selasa (19/11). "Sehingga ini mesti tahu, peranan OJK bagaimana, apa kira-kira yang bisa dilakukan?"

Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Puteri Anetta Komarudin melontarkan pendapat serupa. Menurutnya, potensi perdagangan karbon besar, tetapi ada kendala yang mengakibatkan bursa karbon belum berjalan optimal.

"Kemarin juga [perdagangan bursa karbon yang dianggap sepi] membuat Kementerian Lingkungan Hidup minta evaluasi," kata Puteri.

Dikutip dari data Bursa Efek Indonesia (BEI) per 15 November 2024, volume perdagangan bursa karbon telah mencapai 904.916 ton CO2e sejak dirilis. Nilai perdagangannya setara dengan Rp50,45 miliar. Proyek SPE-GRK tercatat baru berjumlah tiga, dengan total pengguna jasa 89 entitas.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menilai bursa karbon telah beroperasi dengan baik, dari segi regulasi dan perizinan serta fasilitas. Namun demikian, ia menyinggung bahwa produk yang diperdagangkan masih terbatas pada transaksi sekitar Rp50 miliar. Selain itu, batas atas emisi maksimal pada industri pun belum ditetapkan, sehingga belum ada insentif atau disinsentif dalam hal mengurangi karbon.

Dus, untuk dapat meningkatkan perdagangan di IDXCarbon, peran pemerintah pun dibutuhkan. Apalagi, mengingat bahwa produk karbon yang diserap akan masuk ke dalam kewenangan pemerintah.

"Mulai dari produk karbon, registrasinya, sertifikasinya, surveinya, dan semua dari sisi pasokan. Dari segi permintaan pun [mesti] dilakukan pengembangan ekosistemnya," jelas Mahendra.

Sebelum ini, Direktur Utama BEI, Iman Rachman, sempat membahas sejumlah tantangan bursa karbon. Beberapa di antaranya adalah harmoni peraturan serta dukungan pemerintah dan sejumlah sektor. Ditambah lagi, bursa karbon hanyalah satu dari serangkaian ekosistem, yang dinilai membutuhkan pendukung seperti pajak karbon dan batas atas emisi.

"Yang seperti itu mungkin yang akan kami diskusikan bersama," kata Iman setelah acara di Labuan Bajo bersama pers (31/10). "Yang perlu diketahui [juga], bursa karbon itu bagian untuk pasar sekunder, untuk primernya pun harus didorong. Tentunya itu ada di KLH dan kelembagaan yang terkait."

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Mega Insurance dan MSIG Indonesia Kolaborasi Luncurkan M-Assist
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Booming Chip Dorong Pertumbuhan Ekonomi Singapura
Dorong Bisnis, Starbucks Jajaki Kemitraan Strategis di Cina
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024
Pimpinan G20 Sepakat Kerja Sama Pajaki Kelompok Super Kaya