Jakarta, FORTUNE - Tren mengundurkan diri besar-besaran (The Great Resignation) di Amerika Serikat (AS) tak juga membaik. Jumlah karyawan yang berhenti bekerja pada September 2021 justru mencatatkan rekor baru.
Mengutip Fortune, Senin (15/11), Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan 4,4 juta orang mengundurkan diri dari pekerjaannya pada periode tersebut, naik 3 persen ketimbang Agustus dan mencetak rekor tertinggi tahun ini.
Berdasarkan statistik lembaga itu, masifnya pengunduran diri di kalangan pekerja telah dimulai sejak penghujung 2020 dan terus berlangsung hingga 2021.
Dari kenaikan jumlah pengunduran diri dimaksud, sektor mana yang paling banyak kehilangan tenaga kerja? Ulasan dalam artikel ini akan menjawab pertanyaan tersebut.
Industri Ritel dan Makanan Paling Banyak Berkorban
Tingkat kehilangan tertinggi dalam sektor tenaga kerja berlaku pada industri ritel dan layanan makanan. Pada September saja, sektor layanan makanan kehilangan 863.000 pekerja (6,6 persen), dan 685.000 orang (4,4 persen) mengundurkan diri dari pekerjaannya di sektor ritel.
Di sisi lain, ada 987.000 orang hengkang dari industri perhotelan; 984.000 meninggalkan industri perdagangan, transportasi, dan utilitas; serta 589.000 berhenti dari industri perawatan kesehatan.
Lowongan Bertebaran, Pengangguran Masih Jutaan
Sampai akhir September 2021, terdapat 10,4 juta lowongan pekerjaan bagi penduduk AS. Namun, menurut Biro Statistik Tenaga Kerja AS, masih ada 7,4 juta pengangguran pada Oktober 2021.
Akan tetapi, dampak The Great Resignation terhadap tingginya ketersediaan lapangan kerja tidak sebesar efek berubahnya prioritas para pekerja selama pandemi.
“Ini terjadi karena faktor penawaran tenaga kerja ketimbang sisi permintaan tenaga kerja,” ujar ekonom dan profesor di Sekolah Pemerintahan Jonh F. Kennedy di Universitas Harvard, Jason Furman, kepada Fortune.com.
Perubahan Prioritas Para Pekerja
Menurut Jajak Pendapat Axios/Ipsos terhadap 1.000 orang, 27 persen orang AS yakin kembali ke kantor akan membawa risiko besar terhadap kesehatan mengingat pandemi yang masih mengintai hingga saat ini. Terlebih, berdasar studi LinkedIn, tingkat burnout pekerja meningkat hampir 9 persen sejak April–Juli.
Selain itu, survei Digital.com menyebut, 44 persen karyawan yang mengundurkan diri tahun ini mencari gaji dan keuntungan lebih tinggi. Sementara, 32 persen lainnya memilih merintis bisnis sendiri.
Kemudian, 62 persen responden berhenti bekerja agar lebih bisa mengontrol hidupnya—dan bekerja untuk diri sendiri. Sebagai informasi, jajak pendapat itu melibatkan 1.250 praktisi AS yang hengkang dari pekerjaannya dalam enam bulan terakhir.