Jakarta, FORTUNE - Ada peristiwa tak biasa di Amerika Serikat (AS) tahun ini. Pada Agustus saja, 4,3 juta pekerja memilih mengundurkan diri dari posisinya di kantor. Fenomena itu akhirnya membuat akademisi AS, Anthony Klotz, mencetuskan istilah The Great Resignation atau pengunduran diri besar-besaran.
Sebetulnya, gelombang pengunduran diri di AS telah terjadi sejak April dan terus berlanjut selama beberapa bulan belakangan. Rata-rata 4 juta orang melepas pekerjaannya tiap bulan sejak musim semi tahun ini. Bahkan, pada akhir Juli 2021, ada 10,9 juta posisi pekerjaan tersedia untuk publik Amerika.
Hal yang sama berpotensi terjadi di lanskap global. Sebab berdasar survei firma konsultasi SDM, Mercer, terhadap 30.000 orang dari 31 negara, tahun ini ada 41 persen karyawan berniat mengundurkan diri.
Menurut studi Harvard Business Review/HBR (2021) terhadap lebih dari 9 juta karyawan dari 4.000 perusahaan, berikut adalah perincian fakta tentang tren great resignation. Ditambah dengan hal yang bisa dilakukan oleh para bos perusahaan, agar para pekerjanya tak turut hengkang.
Tingkat Karier Menengah Paling Banyak Mengundurkan Diri
Karyawan berusia antara 30 hingga 45 tahun menunjukkan tingkat pengunduran tinggi terbesar, dengan rata-rata lebih dari 20 persen pada 2020–2021. Kelompok pekerja usia 25 hingga 30 dan di atas 45 tahun pun mencatatkan tren serupa.
Faktor pendorongnya adalah kenaikan jenjang karier yang mungkin baru bisa diraih setelah berbulan-bulan menanggung beban kerja tinggi, lalu perekrutan dihentikan sementara, dan tekanan-tekanan lainnya.
Di sisi lain, tingkat pengunduran diri di kalangan pekerja berusia 20 hingga 25 tahun malah turun. Itu terjadi karena kombinasi antara kondisi keuangan tidak pasti dan berkurangnya permintaan terhadap pekerja tingkat pemula.
Pengunduran Diri Tertinggi: Industri Teknologi dan Perawatan Kesehatan
Di industri seperti manufaktur dan keuangan terjadi sedikit penurunan pengunduran diri. Namun di industri perawatan kesehatan, trennya malah meningkat 3,5 persen lebih banyak ketimbang 2020. Di bidang teknologi, peningkatannya 4,5 persen.
Menurut HBR, “tingkat pengunduran diri lebih tinggi di antara karyawan yang bekerja di bidang yang mengalami peningkatan permintaan ekstrem akibat pandemi, mengarah pada naiknya beban kerja dan kelelahan.”
Apa yang Harus Pengusaha Lakukan?
Para pengusaha mesti mengambil keputusan berdasarkan data demi menentukan: potensi jumlah karyawan yang ingin berhenti, alasannya, dan hal-hal yang bisa dilakukan untuk mencegahnya. Berikut ini langkah-langkah yang harus pengusaha lakukan guna mencegah terjadinya great resignation di perusahaan.
- Mengukur masalah
Penting untuk mengukur cakupan masalah dan dampaknya terhadap perusahaan. Untuk itu, pertama-tama Anda harus menghitung tingkat retensi menggunakan rumus:
Jumlah Pemisahan per Tahun : Rerata Total Karyawan = Turnover Rate.
Formula yang sama juga dapat dipakai untuk mengidentifikasi berapa omzet yang berasal dari pengunduran diri sukarela serta dari PHK/pemecatan.
Kemudian, hitung juga dampak pengunduran diri terhadap metrik bisnis utama. Akan buruk hasilnya bila satu orang keluar dan meninggalkan posisi yang baru terisi lagi dalam waktu lama. Performa tim terganggu, kualitas kerja pun berkurang, yang akhirnya akan berdampak pada pendapatan.
- Identifikasi penyebabnya
Cari tahu penyebab para staf ingin mengundurkan diri. Faktor apa saja yang turut berpengaruh pada keputusan tersebut? Adakah hal yang dapat membuat mereka bertahan? Misal: kompensasi, waktu promosi, kenaikan gaji, masa kerja, kinerja, dan peluang pelatihan pengembangan diri.
- Mengembangkan program retensi sesuai data
Selanjutnya, Anda dapat menyusun program yang bertujuan memperbaiki masalah spesifik yang sering dihadapi oleh perusahaan. Misalnya: jika jumlah karyawan wanita yang mengundurkan diri lebih tinggi ketimbang laki-laki, maka pertimbangkan pendekatan/program yang bisa mendukung. Bila banyak di antara mereka resign karena anak, maka Anda dapat mempertimbangkan kebijakan bekerja dari rumah beberapa kali dalam sepekan.