Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Tarif Baru AS, Asosiasi Tekstil Ingatkan Bahaya Transhipment Ilegal

Perusahaan tekstil terbesar di Indonesia
ilustrasi industri tekstil (unsplash/rio lecatempessy)
Intinya sih...
  • API ingatkan pemerintah berhati-hati dalam kebijakan penurunan tarif ekspor ke AS.
  • Direktur Eksekutif API menekankan pentingnya pemerintah memperjelas status tarif tersebut terhadap skema most favoured nation (MFN).
  • Sektor tekstil berkomitmen meningkatkan pembelian bahan baku dari AS untuk mendukung kesepakatan dagang antara Indonesia dan AS.

Jakarta, FORTUNE - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) meminta pemerintah berhati-hati dalam mengimplementasikan kesepakatan tarif 19 persen dengan Amerika Serikat (AS). API menyoroti dua isu menentukan: ketidakjelasan teknis skema tarif dan bahaya praktik transhipment ilegal yang bisa memicu sanksi dagang.

Direktur Eksekutif API, Danang Girindrawardana, memberikan peringatan keras terhadap praktik transhipment, yaitu pengiriman barang dari negara lain melalui Indonesia hanya untuk memanfaatkan tarif rendah.

Transhipment ini harus jadi perhatian pemerintah. Selama ini kita masih punya citra buruk karena adanya praktik ilegal, seperti produk dari Cina yang masuk ke Indonesia hanya diganti label made in Indonesia,” kata Danang di Jakarta, Senin (21/7).

Ia menegaskan praktik curang ini mudah dilacak dan bisa berakibat fatal. Menurutnya, sudah ada tiga perusahaan di Indonesia yang dilarang mengekspor ke AS karena terbukti menyalahgunakan skema asal barang.

Selain risiko tersebut, API juga meminta kejelasan mengenai status tarif 19 persen ini terhadap skema most favoured nation (MFN) yang selama ini berlaku untuk produk tekstil, yaitu sekitar 5–15 persen.

“Pertanyaannya, apakah tarif MFN ini hilang atau justru ditambahkan ke dalam 19 persen? Ini yang belum terjawab. Substansinya harus diperjelas,” ujar Danang.

Meski demikian, industri tekstil siap mendukung kesepakatan ini dengan berkomitmen meningkatkan pembelian bahan baku kapas (cotton) dari AS. Langkah ini diharapkan dapat menjadi kunci mendapatkan fasilitas tarif ekspor yang jauh lebih rendah, bahkan mendekati nol.

“Salah satu kesepakatan dari negosiasi ini adalah kita komitmen membeli lebih banyak cotton dari AS. Konsekuensinya, harga bahan baku lebih mahal, logistik naik, tapi tarif masuknya bisa ditekan hingga hampir nol,” katanya.

Skema ini akan berjalan jika produk tekstil yang diekspor dapat dilacak (traceable) benar-benar menggunakan bahan baku dari AS.

Untuk itu, API berharap pemerintah segera merumuskan perjanjian ini dalam dokumen hukum yang konkret, seperti MoU atau perjanjian bilateral, yang mengatur detail teknis tarif dan pengawasan asal barang.

“Kami berharap di dalam perjanjian mendetail nanti, sektor cotton bisa dimasukkan agar produk kita benar-benar mendapat fasilitas tarif nol,” ujarnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us