Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Atasi Masalah PMI, Pemerintah Siapkan Pusat Pelatihan Terpadu "Migran Center"

potret kota Fukuoka, Jepang (freepik.com)
potret kota Fukuoka, Jepang (freepik.com)
Intinya sih...
  • Pemerintah siap memperbaiki regulasi dan menyesuaikan desain penempatan tenaga kerja.
  • Saluran WNI bisa bekerja di Jepang, namun masalah pendataan menjadi sorotan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah menyiapkan langkah strategis merombak total tata kelola penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) dengan membentuk "Migrant Center". Inisiatif ini dirancang sebagai pusat pelatihan dan layanan satu atap demi mengatasi berbagai masalah menahun, mulai dari proses yang terfragmentasi dan mahal, ketidaksesuaian kompetensi, hingga persoalan sosial yang merusak citra bangsa.

Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Abdul Kadir Karding, mengatakan tujuan utamanya adalah memastikan kompetensi PMI benar-benar sesuai dengan permintaan pasar kerja global.

“Selama ini desain tenaga kerja kita belum sepenuhnya match dengan kebutuhan di negara tujuan. Ke depan, kami ingin suplai dan demand benar-benar nyambung, sehingga tidak ada lagi yang ditolak,” katanya dalam forum bertajuk “Strengthening Workforce Diplomacy: Indonesia’s Strategic SSW Expansion to Japan” di Jakarta, Rabu (13/8).

Menurut Abdul Kadir, Migrant Center akan mengintegrasikan seluruh proses persiapan yang selama ini terpisah-pisah. Jika sebelumnya sertifikasi, pemeriksaan kesehatan, hingga pengurusan paspor dilakukan di lokasi berbeda yang memakan biaya dan waktu, nantinya semua akan terpusat. Fasilitas ini akan mencakup pelatihan keterampilan kerja, bahasa, soft skills, hingga penanaman budaya kerja negara tujuan.

Ia menekankan pentingnya pembekalan budaya untuk menjaga kepercayaan negara tujuan.

“Kenapa bela negara penting? Supaya di sana tidak jadi masalah. Di beberapa negara, pekerja kita tidak disukai karena membentuk kelompok-kelompok atau geng. Ini menyangkut trust. Jangan sampai kita kirim banyak orang tapi malah membuat masalah,” kata Abdul Kadir.

Selain isu kompetensi, pemerintah juga menyoroti masalah pendataan yang mendesak, terutama bagi sekitar 160.000 peserta program magang di Jepang yang mayoritasnya tidak tercatat.

“Kalau tidak ada integrasi data, ini bahaya. Kemarin bahkan ada kasus pembunuhan dan perampokan yang dilakukan oleh peserta magang. Magang ini sulit dibedakan dengan bekerja, karena jam kerja sama, hanya gaji yang berbeda,” ujarnya.

Kerawanan akibat ketiadaan data ini terbukti lewat kasus kriminal serius. Warta BBC Indonesia menunjukkan aparat di Isesaki, Jepang, menangkap 11 WNI pada Januari 2025 atas kasus perampokan yang menewaskan satu WNI lainnya pada November 2024. Keterangan Kementerian Luar Negeri menyebut para tersangka melanggar hukum karena izin tinggal kedaluwarsa (overstayer) dan terlibat pembunuhan.

Sebagai informasi, terdapat dua jalur utama bagi WNI untuk bekerja di Jepang. Pertama, melalui skema specified skilled worker (SSW) di bawah payung IJEPA yang menyasar tenaga kerja terampil.

Kedua, melalui program pemagangan (kenshusei) untuk lulusan SMA/SMK dengan durasi tiga hingga lima tahun, yang kerap menjadi area abu-abu dalam hal pendataan dan perlindungan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us