NEWS

Badai La-Nina Diperkirakan Menerjang Akhir Tahun

La-Nina timbulkan potensi bencana hidrometeorologi.

Badai La-Nina Diperkirakan Menerjang Akhir TahunIlustrasi banjir. (Pixabay/Hermann Traub)
03 November 2021

Jakarta, FORTUNE – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengedarkan peringatan dini kepada khalayak luas untuk mewaspadai La Nina pada akhir tahun. Anomali data suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur telah melewati ambang batas La Nina, dan diperkirakan akan terus berkembang menjadi La-Nina dengan intensitas lemah–sedang setidaknya hingga Februari 2022.

"Mohon kepada daerah untuk tidak menyepelekan peringatan dini La Nina ini. Jangan sampai melupakan upaya mitigasi dan fokus pada penanggulangan pasca kejadian. Mitigasi yang komprehensif akan bisa menekan jumlah kerugian dan korban jiwa akibat bencana hidrometeorologi," kata Dwikorita Karnawati, kepala BMKG, seperti dikutip dari laman resmi BMKG (29/10).

Menurutnya, La Nina berpotensi melahirkan bencana hidrometeorologi seperti banjir bandang, tanah longsor, dan puting beliung. Sejumlah daerah seperti Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Yogyakarta, Banten, dan DKI Jakarta pun berisiko mengalami cuaca ekstrem.

Kabar terbaru, cuaca ekstrem kemungkinan terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia hingga 6 November. Penyebabnya adalah potensi pembelokan dan perlambatan angin yang dapat meningkatkan pola konveksi. Selain itu, Madden-Julian Oscillation (MJO) dan gelombang Rossby serta Kelvin sedang aktif sehingga memperbesar potensi pertumbuhan awan hujan dalam skala luas.

BMKG imbau seluruh pihak untuk lakukan persiapan

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, mengimbau banyak pihak bersiap dalam menghadapi cuaca ekstrem dan badai La Nina. Informasi perkembangan cuaca dan peringatan dini dari BMKG hendaknya dipantau. Selain itu, koordinasi dan komunikasi intensif tentang antisipasi bencana mesti diperkuat.

Penghijauan diharapkan terus berjalan, penebangan pohon dilakukan secara terkontrol. Dahan dan ranting pohon yang rapuh harus mulai dibersihkan, dan kapasitas infrastruktur dan sistem tata kelola sumber daya air disiapkan menghadapi peningkatan curah hujan.

“Saat ini diindikasikan terdapat potensi signifikan dinamika atmosfer yang dapat berdampak pada peningkatan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia,” ujar Guswanto dikutip Antara (2/11).

Jakarta dinilai belum siap hadapi cuaca ekstrem

DKI Jakarta sebagai pusat kegiatan politik dan perekonomian dipandang belum siap menghadapi ancaman cuaca ekstrem, seperti yang diperkirakan oleh BMKG. Salah satunya terlihat di bagian manajemen banjir, apalagi jika curah hujan di hulu tinggi dan menyebabkan banjir bandang. Proyek sodetan yang menghubungkan Sungai Ciliwung dan Kanal Banjir Timur (KBT)—diharapkan dapat mengurangi debit air Ciliwung kala menerima air berlebih—belum terealisasi dengan baik.

Melansir Antara (2/11), Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, menyampaikan bahwa proyek normalisasi sungai juga belum dilanjutkan kembali hingga saat ini. Begitu pun dengan sistem drainase atau tali air yang tidak terkoneksi dengan baik hingga ke saluran air besar.

“Saya menyarankan kepada Dinas Sumber Daya Air. Khususnya sodetan, ini juga banyak sekali yang belum tersodet seperti di Kanal Banjir Timur,” ujar Prasetyo Edi.

Ia meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperbanyak sodetan untuk menekan potensi banjir. Menurutnya, banyak sodetan yang sudah lama tidak tereksekusi, seperti di Kampung Pulo, Jakarta Timur.

“Tanah-tanah itu harus disodet, tidak bisa tidak. Kalau tidak langkah lebih berani dan tidak populis, itu harus dilaksanakan,” kata Edi.

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.