BPS: Neraca Dagang Indonesia Surplus US$4,99 Miliar di September 2022
Kontribusi surplus perdagangan masih dari sektor nonmigas.
Jakarta, FORTUNE – Badan Pusat Stastistik Nasional (BPS) melaporkan, neraca dagang Indonesia pada September 2022 surplus US$4,99 miliar. Capaian ini menandakan surplus neraca dagang RI mampu bertahan selama 29 bulan berturut-turut.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto, menyampaikan ekspor Indonesia pada September 2022 mencapai US$24,80 miliar dengan impor sebesar US$19,81 miliar. “Sehingga, neraca perdagangan Indonesia sampai September 2022 surplus selama 29 bulan berturut-turut jika dilihat sejak Mei 2020,” ujarnya dalam konferensi pers BPS, Senin (17/10).
Setianto mengatakan bahwa surplus neraca perdagangan Indonesia sebagian besar disumbang sektor nonmigas US$7,09 miliar dengan beberapa komoditas penyumbang seperti bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan/nabati, serta besi dan baja. Sedangkan, sektor migas mengalami defisit hingga US$2,10 miliar, dengan komoditas minyak mentah dan hasil minyak.
Secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia dari Januari-September 2022 tercatat surplus US$39,87 miliar, tumbuh sebesar 58,83 persen, dibandingkan dengan periode sama di tahun sebelumnya.
Komoditas yang mempengaruhi
BPS mengungkap, sejumlah harga beberapa komoditas global mengalami penurunan selama beberapa bulan terakhir.
“Harga komoditas minyak kelapa sawit dan bijih besi September 2022 misalnya, terlihat lebih rendah dibandingkan September 2021. Minyak kelapa sawit lebih rendah 23,03 persen, sementara untuk bijih besi ini lebih rendah 19,85 persen,” ujar Setianto.
Meski demikian, terdapat peningkatan secara tahunan di sejumlah komoditas, seperti nikel yang meningkat 17,96 persen, minyak mentah naik 21,18 persen, gas alam meningkat 51,88 persen, dan batu bara yang lebih tinggi 120,11 persen.
Negara yang berkontribusi pada surplus
Berdasarkan asal negara, Setianto mengatakan surplus neraca perdagangan Indonesia disumbang oleh tiga negara, yakni Amerika Serikat, India, dan Filipina. Dengan AS, Indonesia surplus US$1,26 miliar dengan komoditas utama mesin, perlengkapan elektrik, alas kaki, serta lemak dan minyak hewan/nabati.
Sementara, perdagangan dengan India surplus US$1,22 miliar dengan komoditas lemak dan minyak hewan/nabati, bahan bakar mineral, serta basi dan baja. Kemudian, ekspor ke Filipina mencapai US$1,1 miliar dengan komoditas utama bahan bakar mineral, kendaraan dan komponennya, serta bijih logam terak dan abu.
Rupiah alami depresiasi
Nilkai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuka melemah di pasar spot pada perdagangan, Senin (17/10) di level Rp15.645. Setianto mengatakan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, rupiah mengalami depresiasi hingga 5.000 dalam beberap hari terakhir.
“Hal ini karena penguatan nilai dolar AS didukung oleh dampak kenaikan suku bunga di AS yang lebih cepat dan lebih tinggi dibandingkan negara lain,” katanya.
Kebijakan bank sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga yang dikombinasikan dengan tekanan eksternal akan mempengaruhi pasar negara berkembang. Pemerintah akan mementau kondisi global terkini dampaknya terhadap perdagangan.