Indonesia Akan Punya Jembatan Gantung Pejalan Kaki Terpanjang di Dunia
Jembatan gantung ini akan membentang sepanjang 530 meter.
Jakarta, FORTUNE – Indonesia akan segera memiliki jembatan gantung pejalan kaki (pedestrian suspension bridge) terpanjang di dunia. Pembangunan jembatan gantung yang akan membentang sepanjang 530 meter ini baru saja mulai dan akan menjadi bagian dari kawasan ekowisata Eiger Adventure Land (EAL), tepatnya di kaki Gunung Pangrango, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
“Secara teknis, membangun pedestrian suspension bridge terpanjang di dunia ini memang nggak mudah. Kami hati-hati sekali. itu harus ada penelitian geologinya, menghitung strukturnya, kami pakai engineering-nya dari Swiss bekerja sama dengan ahli-ahli geologi dan teknik sipil terbaik dari Indonesia. Kami nggak berani sembarangan karena ini bahaya sekali kan,” ujar Ronny Lukito, Chairman PT Eigerindo Multi Produk Industri, kepada Fortune Indonesia, Senin (18/10).
Ronny mengatakan, salah satu tantangan dalam tahap persiapan pembangunan wahana ini adalah survei yang melelahkan di medan berkontur terjal dalam rupa lembah dan hutan. “Untuk pengerjaan tanah kan harus ada boring-boring kecil, itu pengerjaannya nggak mudah, mesin-mesin bornya harus dipretelin, lalu diangkut. Curah hujan yang tinggi juga jadi tantangan,” ujarnya.
Saat berdiri nanti, jembatan gantung pejalan kaki ini akan mengalahkan rekor jembatan gantung terpanjang di dunia lainnya, yakni 516 Arouca yang terdapat di Portugal dengan panjang 516 meter. Selain itu, ada juga Jembatan Charles Kuonen di Pegunungan Alpen, Swiss, dengan bentangan mencapai 490 meter.
Pembangunan EIGER Adventure Land dimulai
Jembatan gantung pejalan kaki sepanjang 530 meter dan cable car sepanjang 863 meter akan menjadi bagian dari atraksi dari Eiger Adventure Land (EAL) yang baru saja meresmikan peletakan batu pertamanya pada Minggu (17/10). Kawasan ekowisata ini merupakan pengembangan bisnis dari brand asal Bandung, EIGER, yang terkenal dengan produk-produk kegiatan petualangan luar ruangan.
Selain cable car dan pedestrian suspension bridge, EAL akan menghadirkan berbagai fasilitas yang berkaitan dengan petualangan di hutan hujan tropis. Beberapa diantaranya, seperti forest adventure, cultural walk, adventure playground, traditional village, tempat penginapan bernuansa alam, serta sejumlah kegiatan di alam bebas, misalnya wellness and sanctuary, hiking, camping, serta overlanding.
Direktur EAL, Imanuel Wirajaya, mengungkapkan, konsep ekowisata yang ditawarkan akan menjadikan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP) sebagai daya Tarik utamanya. Pihaknya, sejak awal sudah melakukan berbagai langkah-langkah pelestarian lingkungan, antara lain inventarisasi flora dan fauna, pengelolaan limbah, dan penanaman pohon endemik di hutan yang rusak agar kawasan semakin rindang saat dibuka untuk umum.
“Besar harapan kami ekowisata alam EAL dapat meningkatkan potensi wisata alam Indonesia, khususnya Jawa Barat. Kawasan ini dapat menjadi inspirasi dalam pengelolaan objek wisata yang selaras dengan pelestarian alam, pemberdayaan masyarakat dan peningkatan ekonomi, baik dari skala lokal maupun regional. Harapannya, bisa menjadi salah satu ikon nasional untuk destinasi wisata berbasis alam di Indonesia,” ujar Imanuel.
Kerja sama dengan PTPN dan TNGGP
Pembangunan kawasan ekowisata ini bekerja sama dengan sejumlah pihak, termasuk Balai Besar TNGGP dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII. Dengan total area seluas 325.89 Ha, yang terdiri dari lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PTPN VIII seluas 72.23 ha melalui skema Perjanjian Kerja sama (PKS) dan Zona Pemanfaatan Barubolang TNGGP seluas 253.66 Ha melalui Perizinan Berusaha Pengusahaan Sarana Jasa Lingkungan Wisata Alam (PB-PSWA), pada kawasan konservasi.
Kepada Fortune Indonesia, Ronny Lukito menyampaikan bahwa dalam pembangunan dan operasionalisasinya, EAL akan mengikuti seluruh ketentuan dan peraturan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Aturan ketat yang dipatuhi ini, misalnya tidak boleh menebang pohon, tidak membangun secara permanen, dan luasan pembangunan hanya boleh 10% dari lahan yang dikembangkan.
“Namun, setelah kami pelajari, kami tidak mau menggunakan sampai 10%, kami hanya pakai 1,57%. Jadi ini bentuk kehati-hatian kami dalam komitmen melestarikan hutan. Di samping mengikuti aturan, tapi kami justru harus lebih baik dari aturannya. Karena kami mengerti, bahkan sudah studi banding ke beberapa negara, jadi kami nggak sembarangan lah,” ucap Ronny.
Ia menegaskan, misi EAL adalah membangun pariwisata alam berstandar internasional yang berkontribusi dalam pelestarian alam, mendukung upaya pelestarian budaya, meningkatkan kesejahteraan, dan pemberdayaan masyarakat.
Selain itu, ucap Ronny, meningkatkan daya tarik TNGGP dan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi daerah. “Hal ini sejalan dengan 7 aspek utama yang akan menjadi fokus pengembangan Eiger Adventure Land, yaitu aspek Ekologi, Etnologi, Ekonomi, Edukasi, Estetika, Etika dan Entertainment,” tuturnya.
Menparekraf berharap EAL dukung pemulihan ekonomi nasional
Saat menghadiri peletakan batu pertama dalam pembangunan EAL, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno, berharap kawasan ekowisata ini dapat menampung karya dari para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
“Di masa pemulihan pasca pandemi ini, kita perlu membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat melalui investasi di sektor pariwisata, yang akan jadi sektor unggulan dalam pemulihan dan peningkatan ekonomi di masa yang akan datang,” katanya dalam berita Antara (18/10).
Menteri Sandi juga mengapresiasi pembangunan ekowisata berstandar internasional di wilayah Mega Mendung, Kabupaten Bogor ini. “Semoga dengan adanya ikon wisata baru ini, nantinya dapat menjadi destinasi kebanggaan masyarakat Bogor, Jawa Barat, dan Indonesia, juga menjadi daya tarik unggulan bagi wisatawan, baik dari dalam maupun luar negeri,” ujarnya.