Mengenal Perbedaan Upcycle dan Recycle dalam Pengolahan Barang Bekas
Keduanya sama baik, tinggal pilihannya kembali kepada kita.
Jakarta, FORTUNE – Konsep penggunaan kembali barang bekas atau limbah semakin banyak diterapkan dalam rantai bisnis perusahaan guna mendukung ekonomi sirkular. Pada sektor fesyen, pengolahan kembali produk-produk bekas ini dikenal dengan istilah upcycle. Sebelumnya kita juga sudah sering mendengar istilah recycle. Lalu apa perbedaannya?
Pegiat lingkungan, sekaligus inisiator dari Zero Waste Adventure, Siska Nirmala, menjelaskan konsep upcycle dan recycle sama-sama memanfaatkan kembali sumber daya yang sudah ada. “Perbedaannya, untuk recycling itu ada proses penghancuran atau dicacah, seperti plastik dicacah untuk kembali jadi plastik,” katanya dalam keterangan pers, Rabu (11/1).
Selain itu, recycle biasanya menghasilkan sebuah produk yang nilainya justru menurun dari nilai sebelumnya. Mengambil contoh plastik kemasan, setelah di-recycling bisa jadi plastik lagi, tapi dengan kualitas yang lebih rendah dari sebelumnya.
Sementara upcycle, tidak ada proses penghancuran. “Produknya itu didesain ulang dari produk yang sudah ada, dibuat jadi sebuah produk baru yang justru meningkatkan dari nilai dia sebelumnya. Kalau tadinya misalnya grade B, ketika di-upcycling jadi naik nilainya,” katanya.
Mengacu pada penjelasan ini, kedua konsep daur ulang ini sebenarnya serupa tapi tak sama. Untuk memahami lebih jauh lagi, Fortune Indonesia akan mengulasnya dengan melansir beberapa sumber.
Nilai proses
Dalam keterangannya, Siska menjelaskan proses kedua konsep daur ulang ini memiliki perbedaan. Recycle biasanya memiliki nilai proses yang lebih mahal, karena ada proses pencacahan yang butuh sumber daya lebih banyak–seperti air, listrik, dan sumber daya manusia–daripada upcycle.
“Kalau upcycling itu misalnya dari tas dibentuk menjadi jaket, biasanya hanya pemotongan pola yang butuh sumber daya manusia dan tenaga listrik untuk menjahit,” kata Siska.
Meski begitu, produk yang dihasilkan upcycle biasanya lebih spesifik dan eksklusif karena berpeluang hanya ada satu jenis saja, dengan motif atau bentuk yang unik. Artinya, untuk harga jualnya kembali, kemungkinan bisa lebih mahal dari produk sebelumnya.
Nilai ekonomis upcycle
Melansir laman Waste4change.com, perbedaan recycle dan upcycle lebih menekankan pada proses yang dilalui dan hasil dari barang jadinya. Recycle adalah menghancurkan barang asli untuk kemudian dibentuk lagi menjadi barang baru, sementara upcycle adalah proses daur ulang yang mengubah barang asli menjadi barang yang memiliki kemanfaatan baru tanpa menghilangkan bentuk asli suatu barang.
Waste4change menyatakan, nilai ekonomi barang-barang yang dihasilkan melalui proses upcycle memang lebih tinggi daripada barang yang dihasilkan melalui konsep recycle.
Risiko recycle
Mengutip Immago, proses yang dilalui dalam recycle lebih rumit dan biasanya dilakukan dengan dua cara, yakni mekanis dan kimiawi. Daur ulang mekanis adalah ketika kain, seperti kapas atau wol, diparut, yang kemudian serat yang dihasilkan ditenun kembali menjadi kain baru. Sedangkan daur ulang kimia adalah ketika kain dicampurkan dengan bahan kimia dan kemudian dilarutkan.
Dengan demikian, proses recycle di atas bisa lebih berisiko menimbulkan masalah baru pada lingkungan dengan penggunaan bahan kimia tersebut.
Sebaliknya, upcycling cenderung lebih ramah lingkungan, karena tidak perlu menggunakan bahan kimia apapun. Mengacu pada contoh kain tadi, kita hanya perlu mengubahnya ke dalam bentuk lain, tanpa harus menghancurkannya lewat proses kimiawi.
Pilihannya kini kembali lagi kepada kita sebagai pelaku daur ulang, upcycle dan recycle sama-sama memiliki dampak baik dalam penerapan sirkular ekonomi. Hanya saja, kita perlu menelaah kembali ketersediaan sumber daya yang ada. Pada intinya, kita harus tetap menjaga, jangan sampai upaya baik yang kita lakukan justru bisa menambah masalah baru pada lingkungan.