Jokowi Pastikan Hilirisasi Tetap Jalan Meski Ditentang WTO
Hilirisasi dipastikan menguntungkan negara.
Jakarta, FORTUNE – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan bahwa hilirisasi menguntungkan negara dan penduduk Indonesia. Hal ini ia sampaikan di hadapan para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Ia pun menegaskan akan terus menjalankan hilirisasi, meski banyak negara, WTO atau IMF melayangkan keberatan, termasuk atas kebijakan larangan ekspor dan komoditas lain. "Apapun (yang terjadi) barang (hilirisasi) ini harus kita teruskan," ujarnya dalam pengukuhan Dewan Pimpinan Nasional Apindo, Senin (31/7).
Ia mengatakan, hilirisasi bisa menjadi salah satu pendorong Indonesia untuk melompat menjadi negara maju, selain pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan bonus demografi.
“Karena kalau kita lihat, saya berikan contoh saja urusan nikel. Ini juga bolak-balik saya sampaikan, tapi akan saya ulang-ulang terus biar kita betul-betul tahu angkanya berapa kali naiknya karena hilirisasi ini,”katanya.
Dengan hilirisasi dan bonus demografi, kesempatan bagi Indonesia untuk jadi negara maju terbuka dalam 13 tahun ke depan. Oleh sebab itu, kata Jokowi, ia berharap Apindo harus mulai mengarahkan produk-produk mentahan untuk segera menuju hilirisasi. “Bank juga harus berpikir mau membiayai hilirisasi di bidang-bidang yang tadi saya sebutkan,” katanya.
Keuntungan
Jokowi mengatakan, hilirisasi telah terbukti meningkatkan berbagai sektor tambang, khususnya nikel. Sebelum hilirisasi dimulai, nilai ekspor nikel mencapai sekitar Rp31 triliun, namun nilainya langsung melesat menjadi Rp50 triliun setelah hilirisasi. Lompatan ini pun baru dari beberapa turunan nikel, seperti besi baja.
Selain itu, hilirisasi juga berdampak terhadap perluasan lapangan kerja. “Sebelum hilirisasi, (di Sulteng) hanya 1.800 tenaga kerja yang terangkut di dalam pengolahan nikel. Setelah hilirisasi menjadi 71.500 tenaga kerja yang bisa bekerja, karena adanya hilirisasi nikel di Sulteng. Kemudian di Maluku Utara (Malut), sebelum hilirisasi hanya 500 orang, setelah realisasi menjadi 45.600 pekerja yang bisa bekerja di hilirisasi nikel yang ada di sana,” kata Jokowi.
Dampak bagi negara
Selain dampaknya terhadap nilai tambah ekonomi, hilirisasi juga beri dampak positif ke negara, salah satunya penerimaan pajak–PPH, PPN, Royalti, dan Penerimaan negara bukan pajak. “Saya sebetulnya mau membuka yang di Morowali itu negara dapat berapa, tapi ini rahasia dari Dirjen Pajak. Tapi besar sekali, saya kaget juga dapat angkanya. Besar sekali. Ini sekali lagi, baru urusan nikel,” katanya.
Demikian pula bagi pertumbuhan daerah, hilirisasi juga berdampak positif. Di Sulteng misalnya, jika sebelumnya rata-rata pertumbuhan ekonomi daerahnya hanya 7-7,5 persen, setelah adanya hiliorisasi naik menjadi 15 persen. Sementara, di Maluku Utara, naik menjadi 23 persen dari yang sebelumnya hanya sekitar 15 persen.
“Kalau semua provinsi growth-nya seperti itu, Bapak-Ibu bisa bayangkan agregat dari semuanya menjadi pertumbuhan ekonomi nasional kita akan berapa,” ujar Jokowi. “APBD juga mendapatkan manfaat dari adanya perusahaan-perusahaan yang ada di sana. Atau, saya selalu menyampaikan kepada pemerintah daerah untuk meminta kepada perusahaan-perusahaan itu, misalnya catering-nya biar dikerjakan oleh pengusaha UMKM di daerah.”
Tak hanya nikel
Jokowi menegaskan bahwa hilirisasi tak hanya akan berhenti di komoditas nikel. Ke depan, industri pengolahan ini akan berlanjut ke komoditas lain seperti tembaga, bauksit, sampai timah dan komoditas lainnya, bahkan ke sektor lain, seperti perkebunan dan kelautan, termasuk UMKM. “Kalau mereka (UMKM) diberikan akses, akan menghasilkan produk-produk yang bernilai tambah melalui rumah produksi bersama,” katanya.
Sementara bagi UMKM, menurut Jokowi perlu langkah konsolidasi. Hal ini tidak hanya soal jualan mentahan saja. Selain itu, pembiayaan juga jadi faktor penting untuk meyakinkan produsen, di samping tentang kepastian offtaker-nya. Kemudian, transfer teknologi juga jadi faktor penting mendorong hilirisasi.