Moody's Sebut Perang Bisa Buat Israel Bangkrut
Beban keuangan Israel terus meningkat selama perang.
Jakarta, FORTUNE – Lembaga pemeringkat Moody’s menyebut, serangan Israel ke kelompok Hamas di jalur Gaza sedikitnya membuat negara itu kehilangan US$269 juta atau sekitar Rp4,16 triliun (Rp15.466,29 per Dolar AS) per hari.
Institute for National Security Studies (INSS) melaporkan, perang Gaza saat ini memberikan pukulan yang lebih besar daripada konflik-konflik sebelumnya. "Kerugian keseluruhan dari perang ini bisa mencapai US$53,5 miliar (Rp827,34 triliun), hampir 10 persen dari PDB (Israel)," tulis laporan tersebut, Senin (27/11). “Mengancam masa depan ekonomi Israel.”
Moody’s mengungkapkan, gangguan ini juga akan berdampak pada sektor lain, mulai dari investasi, pasar tenaga kerja, hingga keamanan dalam negeri. “Meskipun ketidakpastian masih sangat tinggi, kami yakin dampaknya terhadap perekonomian bisa lebih parah dibandingkan konflik dan kekerasan militer sebelumnya,” ujar Wakil Presiden Senior Moody's, Kathrin Muehlbronner.
Beban berat
Menurut Moody’s beban keuangan Israel akan jauh lebih tinggi dibandingkan operasi militer sebelumnya, seperti Protective Edge, pada tahun 2014 atau Perang Lebanon Kedua, pada tahun 2006 yang belangsung 34 hari. Kedua tragedi ini menimbulkan kerugian hingga US$2,5 miliar (Rp38,69 triliun) atau 1,3 persen dari PDB negara.
Menurut Moody’s, perang ini merevisi pertumbuhan Israel yang diperkirakan 3 persen menjadi 2,4 persen pada tahun ini. Sedangkan mengenai prospek 2024, Moody’ pesimistis dan melihat PDB Israel dapat terkontraksi hingga 1,5 persen.
Terus merosot
Moody’s juga memperkirakan, pemerintah Israel diyakini akan habiskan miliaran Shekel untuk sektor pertahanan, termasuk gaji ribuan tantara yang diturunkan dalam perang. Pengeluaran besar juga terjadi terkait kompensasi bisnis sampai rekonstruksi komunitas yang terdampak langsung oleh perang.
Sedangkan dari sisi pendapatan negara, terutama pendapatan pajak, Israel diperkirakan akan terus mengalami kemerosotan merosot karena konsumsi, dan faktor permintaan lainnya, anjlok. Apalagi, 18 persen tenaga kerja Israel hilang selama perang.