Kenaikan Harga Global, Jokowi Minta Pengamanan Pangan dan Energi
Subsidi pupuk, harus diberikan tepat sasaran.
Jakarta, FORTUNE – Konflik Rusia-Ukraina, telah mengakibatkan lonjakan harga komoditas global–khususnya energi dan pangan–sekaligus tekanan inflasi domestik. Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta kementerian segera mengambil langkah tepat, dalam melindungi daya beli masyarakat.
“Ada dua akibat (dari situasi global), satu terkait dengan penerimaan ekspor tentu akan ada kenaikan tetapi juga ada transmisi di dalam negeri yang tidak bisa seluruhnya ditransmisikan ke masyarakat. Oleh karena itu, tadi arahan Bapak Presiden bahwa perlindungan sosial perlu dipertebal,” ujar Menteri Koordinator Perekonomian (Menko Ekon), Airlangga Hartarto, menyampaikan arahan Presiden dalam Sidang Kabinet Paripurna (SKP), Selasa (5/4).
Sebelumnya telah mengumumkan kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Minyak Goreng yang diberikan kepada 20,5 juta keluarga yang termasuk dalam daftar Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH), serta 2,5 juta PKL yang berjualan makanan gorengan. Sementara, bantuan PKH, Kartu Sembako, serta BLT Desa, juga terus digulirkan.
Pemerintah juga akan mulai menerapkan Bantuan Subsidi Upah (BSU) dan Bantuan Produksi Usaha Mikro (BPUM) bagi usaha mikro non-penerima Bantuan Tunai Pedagang Kali Lima, Warung dan Nelayan (BT-PKLWN).
Harga pupuk diperkirakan naik
Melalui keterangan persnya, Airlangga juga manyampaikan bahwa Presiden meminta para Menteri terkait untuk memperhatikan harga pupuk yang juga melonjak naik–baik yang subsidi maupun nonsubsidi.
“Pupuk yang disubsidi juga mulai dibatasi, urea dan NPK. Kita ketahui urea sekarang harganya mendekati US$1.000. Potash dan KCL Indonesia impor, dan salah satunya kan impornya juga dari Ukraina,” ujarnya.
Subsidi pupuk, harus diberikan secara tepat sasaran untuk mendorong ketersediaan pangan yang cukup. Penggunaan pupuk akan diprioritaskan pada komoditas prioritas, seperti padi, jagung, kedelai, bawang merah, cabai, tebu rakyat, dan kakao.
“Para petani bisa menerima pupuk sehingga tentunya harga pupuk tidak membuat kelangkaan pupuk,” katanya.
Alokasi pemanfaatan APBN
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, menegaskan upaya alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) secara tepat untuk menghadapi dampak eskalasi risiko global pada perekonomian Indonesia.
"Bapak Presiden telah menginstruksikan melihat secara detail harga-harga pangan dan harga-harga energi dan pilihan-pilihan kebijakan yang bisa kita ambil, untuk menjaga daya beli masyarakat, menjaga momentum ekonomi, tapi juga menjaga APBN. Ini tiga hal yang sangat penting untuk terus dilakukan,” ujar Menkeu.
Seperti diketahui, APBN diperkirakan akan mengalami kenaikan, karena meningkatkan harga komoditas global, seperti minyak, gas, batu, bara, nikel, hingga minyak sawit mentah atau CPO.
“Dari sisi APBN kami akan dukung untuk langkah-langkah mengamankan masyarakat kita, terutama yang tadi merasakan tekanan akibat dampak global yang memang dirasakan seluruh dunia,” ujar Sri Mulyani.
Optimalisasi penggunaan PEN
Menkeu mengatakan bahwa Program Pemulihan Ekonomi Nasional harus dioptimalkan. Hingga 1 April 2022 realisi anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) baru mencapai Rp29,3 triliun atau 6,4 persen dari alokasi anggaran Rp455,62 triliun.
“Program pemulihan ekonomi di dalam rangka Penanganan Covid dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN) ini akan kemudian difokuskan kepada program-program seperti labour-intensive atau program untuk meningkatkan ketahanan dan penciptaan kesempatan kerja, terutama untuk Kementerian PUPR, kemudian kementerian-kementerian lain,” tutur Menteri Sri Mulyani.
Peningkatan ketahanan pangan
Menkeu menambahkan, di tengah situasi dunia yang tidak mudah saat ini, ketahanan pangan dan ketahanan energi menjadi salah satu hal yang harus ditingkatkan.
Untuk itu, Presiden meminta para menteri meningkatkan kerja sama memperkuat ketahanan pangan di Indonesia, seperti untuk pembukaan lahan, irigasi, dan ketersediaan pupuk, serta bibit untuk tanaman yang sebetulnya dapat tumbuh di Indonesia.
“Untuk pangan ini kan siklusnya biasanya untuk padi, jagung, kedelai, Itu tidak lebih dari tiga bulan, jadi seharusnya bisa direspons secara lebih cepat oleh kementerian terkait bekerja sama dengan pemerintah daerah,” ujar Menkeu, “sehingga, betul-betul bisa menjaga keselamatan rakyat, menjaga keselamatan ekonomi, dan menjaga kesehatan.”